Minggu, 14 Juli 2013

Kawal sejak Awal, Jangan Setelah Jadi Buku (RAPBD/APBD)


SEMARANG- Partisipasi publik selama ini masih ada kesan hanya jargon pemerintah. Seringkali partisipasi tersebut hanya sebatas formalitas dan tidak menyentuh substansi. Akibatnya, walau dalam proses penyusunan anggaran juga menjaring aspirasi masyarakat, itu sebatas menggugurkan kewajiban.

''Karena itu, ke depan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang mungkin berdampak terhadap masyarakat harus melalui mekanisme konsultasi publik terlebih dulu sebelum diputuskan,'' ungkap Koordinator Badan Pekerja (BP) Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng Muhadjirin SH.

Dia menyampaikan hal itu dalam silaturahmi dan dialog interaktif ''Menyinergikan antara Eksekutif, Dewan, Pers, dan Masyarakat yang digelar Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng di Gedung Pers Jalan Tri Lomba Juang 10 Semarang, Kamis (30/9). Selain Muhadjirin, tampil sebagai pembicara adalah YMT Kepala BIKK Jateng Soedianto (mewakili Wagub), anggota DPRD Jateng dari PDI-P Drs HM Supito MM, dan dosen Komunikasi Undip Drs Amirudin MA.

Ketua KDW Provinsi Jateng Mohammad Saronji mengatakan, kegiatan tersebut untuk menjalin tali silaturahmi antarelemen terkait. Selain itu, juga untuk lebih menyinergikan peran, fungsi, dan tugas lembaga legislatif, eksekutif, pers, dan publik. Dengan demikian, diharapkan ke depan tidak akan terjadi lagi kasus-kasus yang menimpa lembaga Dewan seperti yang terjadi belakangan ini.

Sejak Penyusunan
Diakui atau tidak, keterpurukan citra lembaga legislatif periode 1999-2004 salah satu faktornya adalah karena keterputusan komunikasi politik. Padahal, komunikasi itu sangat penting dalam rangka membangun opini publik yang antara lain dapat dilakukan lewat media massa, ujarnya.

Menurut penuturan Muhadjirin, pengawasan terhadap anggaran bisa dilakukan sejak dalam tahap penyusunan dan saat pelaksanaan.

Membangun sinergi antara legislatif, eksekutif, pers, dan publik, dalam pandangan masyarakat harus dimaknai sebagai bentuk kontrol penyelenggaraan pemerintahan.

Dia juga berharap pada Dewan yang baru secara kelembagaan, ada proses transparansi dan akuntabilitas anggaran.

''Selama ini kami tidak tahu bagaimana bentuk pertanggunggungjawaban pada publik atas penggunaan anggaran itu. Bahkan, selama ini juga tidak ada anggota Dewan yang ditunjuk sebagai juru bicara dan berkomunikasi dengan masyarakat,'' papar dia.

Pembicara lain, Supito, pada awal paparannya banyak ngudarasa menyangkut mekanisme penyusunan anggaran. Dalam proses penyusunan angggaran, ujar dia, ketika ada Biro Pemerintahan Desa aspirasi dibawa dari desa ke kabupaten/kota, digelar rakorbang, dibahas di Bappeda kabupaten/kota, dan dinaikkan ke provinsi. ''Akan tetapi, sekarang ada perbedaan.''

Menurut pandangan dia, pengawalan anggaran semestinya sejak di Rakorbang. ''Jangan di komisi, itu jelas terlambat,'' tandas mantan Ketua Komisi C (Bidang Anggaran) DPRD Jateng periode 1999-2004 tersebut.

Karena itu, pihaknya mengajak semua elemen masyarakat untuk mengawal anggaran tersebut sejak awal. ''Mari kita kawal sejak awal, jangan setelah jadi buku (RAPBD/APBD).''

Dosen Komunikasi Undip Drs Amirudin MA berpendapat, opini memiliki kekuatan yang luar biasa. Opini memiliki hubungan paralel dengan reputasi dari sebuah lembaga.(G7-78j)

Sumber: Suara Merdeka, 1 Oktober 2004
http://www.antikorupsi.org/id/content/kawal-anggaran-jangan-setelah-jadi-buku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mamet pegang senjata

Mamet pegang senjata

FGD

FGD