Minggu, 07 Juli 2013

Jangan Berhenti Menanam Pohon


Tajuk Rencana
Suara Merdeka. 27 Juni 2008

Pesan manis disampaikan oleh Menteri Kehutanan MS Kaban. ”Jangan berhenti menanam pohon,” katanya dalam Seminar Nasional ”Strategi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim” yang digelar Kelompok Diskusi wartawan (KDW) Jawa Tengah di Semarang, Selasa lalu. Pesan Menhut itu diperkuat ajakan Direktur Walhi Jateng Muzayyin Arief, bahwa momen dan jalur apa pun sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk menggalakkan kesadaran berlingkungan, antara lain dengan menanam dan memelihara pohon. Misalnya ketika seseorang mengurus surat-surat ke kelurahan, mendaftar sebagai mahasiswa baru, dan sebagainya.

Kearifan sikap terhadap lingkungan kini menjadi tuntutan mutlak. Kesadaran mengenai akibat-akibat mengerikan pemanasan global juga makin dibutuhkan. Ketika KDW mengajak masyarakat untuk melakukan penanaman 30.000 pohon mangrove di pesisir Semarang, atau PWI Jateng dalam Peringatan Hari Pers Nasional Februari lalu menandai kegiatannya dengan penghijauan kembali kawasan Dieng, semua itu menunjukkan, sikap bersama menjaga lingkungan hidup makin mewujud sebagai gerakan. Itulah bagian dari kampanye nasional dan masyarakat internasional yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Sudah banyak disosialisasikan, pemanasan global akan menciptakan kondisi kehidupan yang tak beraturan, karena perubahan iklim yang serbaekstrem. Muncul keterkejutan-keterkejutan besar, manakala daerah-daerah yang sejauh ini tidak pernah mengenal banjir, rob, longsor, atau kekeringan tiba-tiba mengakrabinya. Dampak perubahan iklim yang ekstrem itu dirasakan pada sektor-sektor pertanian yang terkait dengan ketahanan pangan, kesehatan dalam hal ini penurunan kualitas daya tahan tubuh manusia, mutu lingkungan hidup, kepunahan spesies-spesies langka, serta pergeseran orientasi kehidupan sosial-budaya.

Menhut MS Kaban bahkan mengingatkan mengenai dampak kewilayahan ketika sejumlah pulau tenggelam karena ketinggian air laut yang meningkat. Bencana rob pun mengancam. Sejumlah daerah kini merasakan meluasnya serangan rob. Kondisi demikian ini, khususnya sangat dirasakan oleh peradaban daerah pesisir. Bukan hanya karena kawasan pesisir berpotensi tenggelam, tetapi juga fenomena migrasi ke perkotaan. Dari sisi kelestarian -- terkait dengan kelangsungan makhluk hidup --, yang terancam punah adalah keanekaragaman hayati, hancurnya terumbu karang, serta meningkatnya potensi kebakaran hutan.

Harus terus dikembangkan beragam sikap ”friendly climate” untuk mitigasi mengikhtiarkan perlambatan ekstremitas terjadinya akibat. Adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi juga menjadi pilihan yang tidak mungkin terhindarkan. Pada sisi lain, akibat-akibat pemanasan global itu disadari sebagai realitas perkembangan yang tidak mungkin ditampik, sehingga yang sesungguhnya dibutuhkan adalah ”keadilan iklim”. Kita sependapat dengan Walhi Jateng mengenai prinsip-prinsip keselamatan rakyat, pemulihan atas keberlanjutan layanan alam, serta perlindungan terhadap produktivitas rakyat.

Apa pun, yang dibutuhkan adalah tindakan nyata semua stakeholder lingkungan, baik melalui kebijakan yang tercermin dalam berbagai regulasi, pengawalan kebijakan tersebut, penegakan hukum yang konsisten, maupun sikap masyarakat. Tentu saja masyarakat dalam konteks ini adalah keseluruhan unsur yang terkait dengan ikhtiar pelestarian. Pendidikan sebagai salah satu forum sosialisasi dan internalisasi sikap, juga harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk menjadi bagian dari aktivitas mitigasi. Cinta, dan sikap sadar melestarikan alam mutlak harus dikembangkan sejak anak-anak kita mengenal dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mamet pegang senjata

Mamet pegang senjata

FGD

FGD