Rabu, 17 Juli 2013

Pilkada Ulang Pati Tak Ada Batasan Waktu


Rabu, 21 September 2011 11:00 WIB

Semarang (Solopos.com)–Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan pelaksanaan Pilkada ulang Kabupaten Pati 2011 tak ada batasan waktu sampai kapan harus dilaksanakan.

Menurut anggota KPU I Gusti Putu Artha, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tak memberikan batasan waktu kapan Pilkada ulang Pati harus dilaksanakan.

”Pelaksanaan Pilkada ulang Pati tergantung kesiapan anggaran dana dari pemerintah kebupatan (Pemkab) Pati,” katanya kepada wartawan di sela seminar nasional Pilkada Pati, Mengapa Jadi Begini ? yang digelar Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jateng di Hotel Dafam, Kota Semarang, Selasa (20/9/2011).

Bila Pemkab Pati sudah ada dana, sambung dia, KPUD Pati bisa menggelar tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) ulang, tanpa harus menunggu petunjuk teknis dari KPU.

Lebih lanjut, Putu menyatakan, sebenarnya Pemkab Pati sudah ada dana hibah Pilkada senilai Rp 9 miliar, namun belum dapat digunakan karena harus mendapatkan persetujuan dari DPRD.

”Berharap KPUD Pati, DPRD dan Pemkab Pati duduk melakukan revisi ulang mengubah nomenklatur dana hibah Rp 9 miliar agar bisa digunakan untuk menggelar Pilada ulang,” ujarnya.

Dalam pelaksanaan Pilkada ulang Pati, sambung Putu, nantinya tak ada masa kampanye. KPUD Pati hanya melakukan verifikasi ulang salah satu pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pati, Imam Suroso-Sujoko.

Sedang untuk lima pasangan calon bupati dan wakil bupati lainnya tak dilakukan verifikasi ulang, sehingga tak boleh ada perubahan atau mengganti calon.

”Bila hasil verifikasi ulang terhadap Imam Suroso-Sujoko memenuhi syarat, peserta Pilkada ulang Pati diikuti enam pasangan calon, tapi jika pasangan calon itu tak memenuhi syarat maka ikut Pilkada ulang hanya lima pasangan calon,” paparnya.

Sementara Asisten Pemerintahan Pemprov Jateng, Siswo Laksono menyatakan terkait pencairan anggaran dana untuk pelaksanaan Pilkada ulang Pati nantinya akan ditujuk pejabat sementara (Pjs) bupati.

”Ini karena Bupati Pati Tasiman pada 27 September 2011 sudah berakhir masa jabatan, semula akan ditunjuk pelaksana harian (Plh) bupati, tapi karena Plh tak memiliki kewenangan membahas anggaran kemudian ditunjuk Pjs Bupati Pati,” jelas dia.

(oto)
Baca SelengkapnyaPilkada Ulang Pati Tak Ada Batasan Waktu

Minggu, 14 Juli 2013

''Benarkah Wartawan Itu Biang Gosip?''


SUARA MERDEKA
Senin, 28 Mei 2007 SEMARANG


SUASANA pelatihan jurnalistik dasar yang diselenggarakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jateng berlangsung gayeng di Hotel Sarimarin Indah Bandungan, Sabtu-Minggu (26-27/5). Sebanyak 50 peserta dari Departemen Pers PC IPNU se-Jateng, juga antusias menyimak paparan sejumlah pemateri yang berasal dari wartawan dan redaksi beberapa media cetak. ''Benarkah wartawan itu biang gosip? Mengapa kalau mengundang wartawan harus memberi ehm..amplop?'' tanya seorang peserta berjilbab sembari tersenyum.

Pertanyaan tersebut dijawab oleh Khusnul Huda, ketua KDW. ''Wartawan itu bukan biang gosip. Namun, hanya sebagai penyampai gosip atau berita. Karena luasan audiens yang membaca berita itu, maka ada yang menyebut wartawan sebagai biang gosip,'' jelas Huda, wartawan Koran Sindo.

Tentang fenomena amplop, Ali Arifin Muhlish yang juga ketua panitia kegiatan mengatakan, tidak ada kewajiban masyarakat memberikan amplop kepada wartawan. ''Tugas wartawan adalah mencari, membuat, dan menulis berita. Berita akan dimuat atau tidak adalah kebijakan redaksi. Jadi, berita sama sekali tidak ada kaitannya dengan pemberian amplop berikut isinya. Apalagi, jika pemberian itu berkaitan dengan dimuat atau tidaknya sebuah berita. Itu jelas melanggar kode etik jurnalistik,'' jelas wartawan Suara Merdeka ini.

Peserta juga bertanya bagaimana menyikapi pernyataan off the record, sementara informasi itu mempunyai nilai berita yang tinggi. Mengenai pernyataan off the record, wartawan harus patuh dan tidak menyiarkan kepada publik. ''Pernyataan itu hanya untuk pengetahuan wartawan,'' tegas Ali.

Profesional

Pemimpin Redaksi Harian Sore Wawasan Sriyanto Saputro menekankan, wartawan harus profesional dan jeli mengkritisi persoalan yang sedang hangat dibicarakan publik. ''Apalagi, bagi yang bukan wartawan harian, harus melakukan liputan mendalam sehingga bisa disajikan laporan yang mendalam pula.''

Ia menjelaskan, bisnis media setelah reformasi sangat marak, terutama cetak. Banyaknya media cetak terkadang menimbulkan keluhan masyarakat. Masyarakat menyebut pers sudah ngawur, karena sering menghakimi dan tanpa konfirmasi.

''Ini tantangan bagi insan pers yang profesional. Maka, wartawan harus memahami kaidah-kaidah jurnalistik. Harus pula mengedepankan azas praduga tak bersalah dan konfirmasi,'' tegas Sriyanto. Selain media cetak, persaingan bisnis media elektronik juga semakin ketat. Untuk itu, koran harus bisa menyajikan sesuatu yang lebih berupa human interest, misalnya.

Pembicara lain, Isdiyanto (Kedaulatan Rakyat), Insetyonoto (Solopos), M Saronji (Suara Merdeka), Sonya HS (Kompas), dan Puguh TS (Solopos). Ketua PW IPNU Jateng M Talkhis mengatakan, akan menindaklanjuti pelatihan itu dengan membuat penerbitan berkala. (Rony Yuwono-37)
Baca Selengkapnya''Benarkah Wartawan Itu Biang Gosip?''

Pengajar SKB Luncurkan Tabloid Suara PNFI



SUARA MERDEKA
23 April 2012


SEMARANG  - Untuk menjaga eksistensi, sudah saatnya pengajar mampu menulis di media massa. Dengan begitu pemikiran pengajar bisa terasah secara terus-menerus. Demikian diungkapkan Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (P2PNFI) Regional II Semarang Dr H Ade Kusmiadi di hadapan peserta ''Workshop Jurnalistik Dasar'' di Hotel Pandanaran selama tiga hari, Rabu-Jumat (18-20/4) lalu.

Sebagai ujung tombak pendidikan di lapangan, lanjutnya, sudah banyak materi-materi atau bahan-bahan yang diserap langsung di lapangan. Apalagi banyak persoalan atau bahkan kegiatan serta pemikiran yang belum terekspos di media.

''Menulis itu bagian dari mengasah otak. Kalau pengajar tidak diasah, nantinya yang dihadapi hanya sebuah rutinitas terus-menerus. Tidak ada upaya meningkatkan eksistensinya sebagai pengajar,'' ungkap dia.

Kegiatan yang digelar oleh P2PNFI bekerja sama dengan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jateng itu diikuti 70 orang dari para pamong belajar dari seluruh Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) se-Jateng dan DIY. Acara dibuka oleh Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Prof Dr Lidya Freyani Hawadi Psi.

Selain menjaga eksistensi, lanjut Ade, dengan menulis setidaknya keberadaan SKB bisa terangkat. Program-program unggulan kelompok belajar harus dipublikasikan. ''Dengan begitu orang akan tahu keberadaan SKB. masyarakat juga bisa mempercayakan anak-anaknya pada SKB,'' ucapnya.

Mediasi

Lidya menegaskan, sudah saatnya SKB melakukan mediasi dengan pemda masing-masing untuk melakukan mediasi. Melalui koordinasi dengan masing-masing pemda dalam hal ini Dinas Pendidikan, diharapkan muncul alokasi dana untuk kegiatan belajar mengajar di lingkungan SKB.

Dalam kegiatan tersebut, tampil sebagai narasumber anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Jateng Isdiyanto, wartawan senior Kompas Sonya Helen Sinombor, anggota desk Semarang Metro-Suara Merdeka Mohamad Anas, Pemred Harian Banyumas dan Harian Semarang Sriyanto Saputro, jurnalis foto Kedaulatan Rakyat Chandra Adi Nugroho.

Ketua KDW Jateng Ali Arifin menyatakan, kegiatan tersebut kerja sama yang kesekian kalinya antara KDW dengan P2PNFI. Kerja sama akan ditingkatkan lagi dalam membentuk daerah binaan di Pulau Karimunjawa, Jepara. (H37-69)

Baca SelengkapnyaPengajar SKB Luncurkan Tabloid Suara PNFI

Dewan Kaji Pengajuan Judicial Review Dua PP

SUARA MERDEKA
Selasa, 02 Nopember 2004


Aturan Itu Dinilai Terlalu Mengekang

SEMARANG- DPRD Jateng berencana melakukan kajian untuk kemungkinan pengajuan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD, serta PP 25 tahun 2004 tentang Tata Tertib DPRD.

Kedua PP tersebut dinilainya terlalu mengekang Dewan, dan bisa berdampak pada hubungannya selama ini dengan masyarakat. Menurut Ketua DPRD Jateng Murdoko SH, keinginan melakukan judicial review itu muncul dalam rapat Panitia Musyawarah (Panmus). Pihaknya sudah membicarakan dengan Ketua Komisi A, Subyakto supaya menindaklanjutinya.

Rencananya, kata dia, dalam waktu dekat Dewan akan meminta pertimbangan pakar hukum tata negara dan administrasi negara, terutama untuk mengkaji dampak positif dan negatifnya apabila dilakukan judicial review.

''Saya berharap segera dikonsultasikan dengan para pakar. Artinya, kalau mau mengajukan judicial review jangan sampai tidak berhasil atau tanpa pertimbangan yang matang,'' kata Murdoko, ketika menerima audiensi pengurus dan anggota Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng di ruang kerjanya, kemarin.

Pengurus KDW yang hadir antara lain, Dewan Etik Isdiyanto, Ketua Muhammad Saronji, Sekretaris Ida Nur Layla, Ali Arifin Muchlis, Sunarto, Reza Taufani, dan sejumlah wartawan lainnya. Adapun Murdoko didampingi oleh anggota Dewan dari FPDI-P, Daniel Totok Indiono.

Kritik Membangun

Pada bagian lain, Murdoko menilai hubungan komunikasi para wakil rakyat dengan wartawan perlu ditingkatkan. Diakuinya ada beberapa anggota Dewan yang selalu menjauh dan menghindar jika bertemu wartawan.

Mereka berpikir jika bertemu wartawan bisa ditulis sisi jeleknya, sehingga justru menyudutkan dirinya. Selain itu, ada kekhawatiran diwawancarai wartawan "bodreks" yang selalu mengakhiri wawancara dengan memintai embel-embel tertentu.

Semestinya wakil rakyat justru dekat dengan wartawan, agar ide dan hasil kerjanya diketahui masyarakat. Utamanya dalam menjalankan fungsi-fungsi kedewanan. Dirinya meminta media massa bisa aktif memberikan masukan dan kritik membangun demi perbaikan kinerja Dewan dan kemajuan pembangunan Jateng.

''Harapan saya, lima tahun mendatang tidak ada mantan anggota Dewan yang jadi tersangka. Sebaliknya menjadi pahlawan karena memperjuangkan aspirasi rakyat.''

Sementara itu Ketua KDW Mohammad Saronji mengatakan, organisasi yang dipimpinnya memiliki komitmen mencari solusi terhadap berbagai persoalan yang mengemuka di Jateng. Karena itu, setiap kegiatan diskusi yang diadakan KDW selalu mengambil tema aktual dan strategis.

"KDW sering mengadakan diskusi dengan mengundang para pakar dan praktisi di bidangnya. Usai diskusi, dibuat rekomendasi untuk disampaikan kepada instansi atau para pihak yang berkompeten mengambil kebijakan demi akselerasi pembangunan di Jateng," katanya.(H1,G7-78)
Baca SelengkapnyaDewan Kaji Pengajuan Judicial Review Dua PP

Peserta Bercita-cita Ingin Jadi Wartawan


SUARA MERDEKA
Sabtu, 22 Oktober 2005 SEMARANG

Road Show Jurnalistik Ramadan 1426 H


MESKI hanya diberi waktu 15 menit membuat tulisan berita, 45 siswa perwakilan dari sejumlah Madrasah Aliyah (MA) se-Kabupaten Demak mampu menyelesaikannya tepat waktu. Meski materi beritanya tidak mendalam, hal itu menunjukkan apresiasi pelajar yang tinggi dalam bergelut dengan dunia jurnalistik.

Sebagai pemula, kemampuan dan kecepatan menuangkan peristiwa dalam tulisan sebagai langkah awal yang baik. Hampir semua tulisan menggunakan bentuk berita piramida terbalik, dan lead berita memenuhi unsur 5 W + 1 H. Kendati mendapat tugas peliputan yang sama, mereka mampu membuat angel beragam.

Berita hasil karya mereka itu, lantas dituangkan dalam lembaran kertas disusun layaknya sebuah majalah dinding (mading). Ya, orientasi para jurnalis pemula itu memang mengelola majalah dinding (mading) di sekolahnya masing-masing.

''Wah, ternyata nggak terlalu sulit bikin mading. Kalau kami mau, hasilnya juga lumayan. Bisa nggak ya, setelah lulus jadi wartawan,'' celetuk salah seorang peserta sambil menempelkan hasil karyanya pada kertas yang dianggap mading.

Keinginan mereka menjadi wartawan cukup tinggi. Berbagai pertanyaan yang mereka kemukakan mengarah pada bagaimana cara menjadi wartawan.

Siswa yang sebagian besar belum pernah bergelut jurnalistik itu mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar yang digelar di MAN Demak dan MA Al Ma'ruf Kudus. Kegiatan dua hari sejak Sabtu-Minggu (15-16/10) diadakan kerja sama dengan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jateng dengan kedua sekolah itu.

Kendati berpuasa, tidak menjadikan mereka turun semangat mengikuti rangkaian kegiatan yang baru pertama kali itu. Berbagai masalah tentang jurnalistik yang dikupas per materi menarik perhatian mereka. Dari persoalan menentukan lead berita, membuat berita enak dibaca, sampai persoalan menghadapi narasumber yang tidak mau berkomentar.

Pemahaman mereka diperdalam. Setiap selesai mendapatkan materi, panitia dari KDW melakukan evaluasi.

Seperti lazimnya sebuah pelatihan, peserta mendapatkan pengetahuan dasar mengenai jurnalistik. Materi yang diberikan antara lain manajemen keredaksian, desain grafis, tata letak, teknik wawancara, penulisan, penulisan artikel, opini, tajuk, karya fiksi, dan fotografi.

Materi disampaikan wartawan senior berbagai media. Antara lain Wapemred Suara Merdeka H Amir Machmud NS, Pemred Wawasan Sriyanto Saputro, Kepala Biro Kedaulatan Rakyat Isdiyanto, Redaktur Solo Pos Puguh, Redaktur Suara Merdeka M Saronji dan, Fotografer Kedaulatan Rakyat Candra AN

Ketua KDW, Mohammad Saronji menjelaskan, road show yang digelar di dua sekolah itu dimaksudkan membangkitkan semangat menulis di kalangan pelajar. Terlebih generasi mendatang harus membuka diri dengan dunia informasi. (Hasan Hamid-56h)
Baca SelengkapnyaPeserta Bercita-cita Ingin Jadi Wartawan

Dicari Jaksa Gendeng dan Hakim Sableng


SUARA MERDEKA
Senin, 02 Agustus 2004

Penuntasan Korupsi DPRD Jateng (1)

Suara Merdeka, Kamis (29/7), menyelenggarakan diskusi yang membahas penanganan dugaan kasus korupsi di DPRD Jateng. Diskusi itu menghadirkan para praktisi dan pengamat hukum, antara lain Prof Satjipto Rahardjo SH. Berikut liputan mengenai diskusi tersebut yang dilaporkan oleh Agus Toto.

SEBELUM memberikan ''kuliah'' hukumnya, Prof Satjipto Rahardjo SH mengomentari tema diskusi kali ini, yang dia terlibat sebagai salah satu pembicaranya. Dia menilai tema diskusi ambisius.

Ambisius? Bila saat itu forum berhasil menuntaskan kasus korupsi di DPRD Jateng, katanya, maka setelah pertemuan itu akan memberikan perintah atau mandat kepada jaksa untuk membawa kasus itu ke pengadilan.

Padahal, forum itu tidak berada dalam posisi yang demikian. Sejatinya, Prof Tjip, panggilan akrab Satjipto Rahardjo, ingin memberikan pencerahan atas kasus dugaan korupsi DPRD Jateng dari sudut pandang akademis. Secara umum, dia menyebutkan, kasus-kasus korupsi yang sudah demikian besar bisa menumbuhkan saling tidak percaya.

''Kalau atmosfir korupsi sudah begitu tebal, maka akan makin besar ketidakpercayaan di antara kita,'' katanya dalam kalimat yang tegas.

Diskusi itu di ruang sidang Redaksi Suara Merdeka Jl Raya Kaligawe KM 5 Semarang, Kamis (29/7). Topiknya, ''Menuntaskan Dugaan Korupsi DPRD Jateng: Belajar dari Kasus Sumatera Barat''. Sebagai pembicara, selain Prof Tjip, yakni dosen Fakultas Hukum Unika Soegijapranata Petrus Suryo Winoto, Direktur LBH Padang Alvon Kurnia Palma, dan Joko J Prihatmoko dari KP2KKN. Sebagai moderator, Wapemred Suara Merdeka Amir Machmud NS. Hadir pula kalangan LSM, akademisi, pengusaha, dan wartawan.

Guru besar sosiologi hukum Undip itu seolah-olah sedang memberikan kuliah kepada mahasiswa soal teori hukum progresif untuk memburu koruptor. Penuntasan kasus korupsi tak bisa hanya dengan menjalankan aturan main. Namun butuh hati nurani dan mengubah kultur hukum liberal.

''Harus diakui, tindak pidana korupsi merupakan kasus yang rumit. Sehingga perlu dibentuk tim gabungan. Diperlukan jaksa yang gendeng, hakim yang edan, polisi yang sinting, advokat yang sableng, dan profesor provokator,'' tandasnya, disambut dengan gremengan peserta.

Bukan gendeng, edan, sinting, sableng, dan provokator dalam arti yang negatif. Pemberantasan korupsi memerlukan semua unsur terkait yang tidak hanya melulu bertumpu pada aturan hukum. Tidak hanya bicara masalah supremasi hukum, tetapi juga memobilisasi hukum.

''Peranan perilaku manusia dalam memberantas korupsi begitu penting, sebab ini bukan 'Rinso' yang bisa mencuci sendiri,'' katanya, memberikan joke segar. ''Mudah-mudahan provokasi saya ini bisa menyadarkan mereka,'' katanya, lagi-lagi disambut gremengan hadirin.

Politis dan Hukum

Dan, mobilisasi hukum itu sudah terjadi di Padang yang telah memberikan hasil. Pengungkapan kasus korupsi DPRD Sumatera Barat (Sumbar) butuh proses hingga tiga tahun.

Selama proses menunggu tindak lanjut laporan itu, Alvon dari LBH Padang mengaku menerima teror hampir setiap hari. Ada pula upaya pengalihan persoalan seperti yang terjadi di Jateng dengan kelahiran partai-partai.

Tudingan penyalahgunaan APBD Sumbar 2002 itu dipandang sebagai masalah hukum. Tetapi persoalan itu tampaknya ingin dibawa menjadi masalah politis.

''Awalnya adalah persoalan politis. Penetapan pos anggaran DPRD sebetulnya menjadi proses politik. Namun DPRD kemudian membuat payung hukum yang bernama perda. Saat masalah itu diproses hukum, mereka kembali memasukkan ke proses politik,'' ungkapnya.

Pemerhati politik dari Unika Soegijapranata Andreas Pandiangan SH mengkhawatirkan masyarakat sekarang sudah tidak peduli ada atau tidak kasus korupsi di DPRD. Dalam posisi masyarakat yang demikian itu, dia meyakini kasus korupsi makin merebak.

''Mereka akan makin leluasa menggelembungkan anggaran, karena merasa tidak dipersoalkan. Karena itu, gerakan antikorupsi mendapat tantangan yang cukup besar, apakah mereka masih sanggup untuk terus mengontrol kinerja Dewan, sekaligus mendesak kinerja aparat penegak hukum,'' tandasnya.

Sayangnya, sebelum forum tanya-jawab, Asisten Intelijen Kejati Jateng Zulkarnain SH sudah meninggalkan diskusi. Kontan saja, Direktur LBH Semarang Asep Yunan Firdaus melontarkan kekecewaan kepada kejaksaan.

''Ini menjadi salah satu bentuk ketidakpedulian dan ketidakberanian jaksa atas forum ini. Kalau institusi jaksa sudah tidak ada, saya kira forum ini sudah tidak kontroversial lagi,'' ujarnya.

Dia menuding dalam penyelesaian kasus dugaan korupsi di DPRD Jateng terjadi saling kunci antara jaksa dan koruptor. (33t)
Baca SelengkapnyaDicari Jaksa Gendeng dan Hakim Sableng

Tolok Ukurnya Asas Kepatutan

SUARA MERDEKA
Selasa, 03 Agustus 2004

Penuntasan Korupsi DPRD Jateng (2-Habis)


Tulisan seri kadua ini merupakan hasil diskusi panel bertema ''Mengukur Kepatutan Anggaran Dewan'' yang diadakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jawa Tengah di Borobudur Room Hotel Graha Santika, Kamis (29/7).

ARIF Hidayat, pakar hukum dari Undip yang selama ini sering menyorot dugaan korupsi Dewan, mengaku bahwa selama tiga bulan dirinya terpaksa harus menghindar dari wartawan. Hal itu, dilakukan karena dia mendengar apabila stigma terhadap anggota Dewan, ternyata telah menimpa keluarga mereka. Anak-anak anggota wakil rakyat itu ragu untuk sekolah, dan enggan bergaul dengan temannya, karena bapaknya yang terhormat itu diduga korupsi. ''Saya terusik dengan cerita ini. Akhirnya saya menghindar dari teman-teman wartawan. Kalau itu, terbukti karena dosa bapaknya. Kasihan, kan. Bapak polah anak keprabah.''

Perasaan itu diungkapkan Arif Hidayat dalam diskusi panel di Borobudur Room Hotel Graha Santika, Kamis (29/7).

Namun, setelah berpikir ulang dirinya berkeyakinan bahwa pelanggaran yang merugikan rakyat harus diungkap demi kebaikan masa depan bangsa. Persoalan bangsa lebih utama dari sekadar perasaan yang terusik atau persoalan lainnya. Terlebih bola pengungkapan korupsi anggaran Dewan terus menggelinding.

Menurut pendapat dia, apabila mengungkap korupsi Dewan dengan ukuran normatif, maka dugaan korupsi itu sulit dijerat aturan hukum. Karenanya, perlu langkah hukum lain, sebagaimana yang dikemukakan Prof Tjip, panggilan akrab Prof Satjipto Rahardjo SH, tentang perlunya dibentuk tim gabungan yang terdiri atas jaksa gendeng, hakim edan, polisi sinting, advokat sableng, dan profesor provokator.

Memang, lanjut dosen FISIP Undip itu, pemberantasan korupsi membutuhkan semua unsur terkait yang tidak hanya bertumpu pada aturan hukum. Karena itu, dia menilai perlu adanya ukuran yang menjadi etika, dan dasar hukum sosial, yakni berupa asas kepatutan.

Nah, kenapa kepatutan dijadikan satu ukuran ? Menurut pakar hukum administrasi negara itu, karena hukum positif saling tumpang tindih, simpang siur, campur aduk hukum-politik, dan sebagainya. Kepatutan itu bisa didasarkan hukum administrasi negara dan tata negara. ''Hal ini dapat dijadikan landasan, apabila terjadi kekosongan hukum,'' ujar pakar hukum yang mengaku, mempopulerkan aspek kepatutan untuk mengungkap korupsi Dewan.

Asas kepatutan, kata dia, secara sederhana dapat dipahami dengan kepatutan dalam pandangan publik. Sehingga ia berpandangan tentang ''urgensi konsultasi publik''. Dicontohkan, penyusunan APBD, harusnya diawali dengan konsultasi publik.

Dia menyindir menjamurnya korupsi dengan mengatakan, Indonesia negara klektoplasi, negara yang elitnya pencuri semua. Arif mengistilahkan otoriter coruptions. Tapi sekarang demokratic coruption, semua korupsi.

Menurut dia, selagi ada aturan hukum, dapat diungkap dengan azas kepatutan. Ukurannya, melalui konsultasi publik, bisa dilakukan sepenuhnya tekanan publik. Ke depan, katanya, kepatutan harus dituangkan ketika menyusun anggaran, yakni melibatkan stakeholder dalam membuat keputusan.

24 Kasus Korupsi

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Sudhno Iswahyudi memperkuat pendapat Arif Hidayat. Menurut dia, sesuatu dikatakan melawan hukum, bisa diartikan secara formal dan material. Pengertian melawan hukum material ukurannya adalah kepatutan. Apakah, eksekutif atau legislatif itu melawan hukum yang ini atau tidak.

Sudhono menuturkan, selama ini kejaksaan cukup berpengalaman. Setidaknya dia mencontohkan, ada 24 kasus korupsi Dewan yang sudah disidangkan, dan ratusan kasus serupa yang tengah diproses penyelidikan dan penyidikan. Antara lain, di Padang yang dianggap peristiwa hukum monumental. Di Kalsel, Jabar, Sulawesi Tenggara, Surabaya, dan sebagainya.

Alat bukti melawan hukum yang digunaan jaksa, kata dia, berdasarkan keterangan ahli atau para pakar. Kalau ahli menyatakan, sesuatu dianggap melanggar aturan hukum, terutama melanggar asas kepatutan, maka kejaksaan sudah bisa membawa kasus tersebut ke pengadilan. (Hasan Hamid-69)
Baca SelengkapnyaTolok Ukurnya Asas Kepatutan

Tiap Tahun Golput Cenderung Meningkat

Pemilu 2004
SUARA MERDEKA
Jumat, 5 September 2003

FENOMENA golongan putih (golput) selalu menjadi pembicaraan hangat menjelang pemilu baik di kalangan politikus maupun masyarakat biasa. Meski realitas menunjukkan jumlah golput pada tiap pemilu tidak banyak, pembicaraan masalah itu tidak surut. Bagaimana peluang golput pada Pemilu 2004?

Munculnya golput mendapat porsi tersendiri di tengah masyarakat, karena sebagai gerakan yang menyuarakan sikap politik untuk tidak mendukung partai politik. Sikap itu muncul lebih banyak karena merasa tidak puas terhadap legislatif-eksekutif. Pengertiannya, mereka secara sadar tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu karena skeptisisme terhadap pelaksanaan pemilu. Mereka menilai, pelaksanaan pemilu bukan hanya tidak demokratis melainkan juga menginjak-injak prinsip demokrasi.

Gerakan dari aliran sikap politik ini, ungkap Ketua FPDI-P DPR RI Tjahjo Kumolo SH, mulai muncul pada 1971 yang dipelopori Arief Budiman, Julius Usman, dan Imam Waluyo (almarhum). Pada waktu itu, jumlah golput hanya 6,60%. Jumlah itu lebih rendah dari jumlah golput pada Pemilu 1955 yang 12,34%.

Gejala atau fenomena golput dapat dilihat dari beberapa hal, seperti mereka secara sengaja tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS) atau mereka datang ke TPS tetapi dengan sengaja menusuk lebih dari satu tanda gambar pada kertas suara sehingga dinyatakan tidak sah.

"Bisa juga mereka datang dan yang ditusuk di luar tanda gambar, oleh karenanya dinyatakan tidak sah," jelas Tjahjo saat menjadi narasumber dalam Diskusi Panel "Golput pada Pemilu 2004: Ancaman dan Pencegahannya". Kegiatan tersebut diselenggarkan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jawa Tengah di Universitas Wahid Hasyim Semarang (Unwahas), Rabu (4/9).

Persoalan golput tidak perlu ditakuti, karena memberikan suara dalam pemilu merupakan hak dan bukan kewajiban. Meski demikian, partai-partai di DPR RI telah mengantisipasi dengan penetapan UU Nomor 12/2003 Pasal 139 huruf a dan b. Dalam pasal itu disebutkan, ancaman pidana akan dikenakan pada orang yang dengan sengaja memengaruhi orang lain menjadi golput.

Di Perkotaan

Kelompok yang memiliki sikap politik untuk golput diperkirakan pengamat politik dari Solo MT Arifin, hanya berada di daerah perkotaan. Adapun mereka yang berada di daerah pedesaan, lebih memilih untuk tetap menyalurkan hak suaranya.

Mereka yang memilih golput disebabkan beberapa faktor, karena skeptis pada perilaku partai dan pemerintah, kecewa kepada pimpinan partai, dan ada yang tidak sengaja golput karena sistem pemilu yang membingungkan.

Untuk kelompok golput yang terakhir tidak dikhawatirkan berpengaruh signifikan, bahkan kalangan itu banyak yang ditarik ikut partai.

Terhadap fenomena golput, KPU tidak bisa berbuat banyak. Hal itu sebagaimana dikatakan salah seorang Presidium KPU Jateng, Dr Ari Pradanawati, sebagai penyelenggara pemilu tak bisa berbuat apa-apa terhadap golput. Di Amerika Serikat (AS), ada juga yang tak menggunakan haknya dalam pemilu.

Tahapan pemilu yang disusun oleh KPU sangat jelas, karena dikemas aturan UU. "Saya pikir 50% yang golput pun, tak masalah dan pemerintahan (yang terbentuk) tetap sah."

Pada proses pemilu, bila ada pelanggaran administratif maka dilaporkan ke KPU. Namun jika pelanggaran lain, kepada Panwas Pemilu.

Yang dilakukan KPU adalah menyosialisasikan agar masyarakat menggunakan hak politiknya. Namun, upaya seperti itu hak personel KPU, orang-orang di parpol juga memiliki tanggung jawab yang sama, terutama menyosialisasikan kepada konstituennya dan masyarakat.

Pada Pemilu 2004, diprediksikan angka golput akan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Peningkatan itu ditandai dengan peningkatan jumlah masyarakat yang kecewa terhadap partai politik. Meski prediksi itu belum bisa jadi pegangan, perilaku politik dari semua partai saat ini patut jadi pertimbangan. Masyarakat melihat realitas hampir semua partai mengalami ketegangan internal. PPP dengan PBR, PKB dengan Pekade, Partai Golkar terjadi keributan internal, sama juga di PDI-P.

Kendati menghadapi realitas seperti itu, sosiologi UGM Dr Nasikun memprediksikan kenaikan angka golput tidak signifikan. Dengan mendasarkan sejarah, pada setiap pemilu jumlah golput tidak lebih dari 12,34 %. Terlebih masyarakat yang memilih golput lebih banyak di perkotaan, sedangkan masyarakat Indonesia sebagian besar masih tinggal di pedesaan. (Hasan Hamid-78j)
Baca SelengkapnyaTiap Tahun Golput Cenderung Meningkat

Kawal sejak Awal, Jangan Setelah Jadi Buku (RAPBD/APBD)


SEMARANG- Partisipasi publik selama ini masih ada kesan hanya jargon pemerintah. Seringkali partisipasi tersebut hanya sebatas formalitas dan tidak menyentuh substansi. Akibatnya, walau dalam proses penyusunan anggaran juga menjaring aspirasi masyarakat, itu sebatas menggugurkan kewajiban.

''Karena itu, ke depan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang mungkin berdampak terhadap masyarakat harus melalui mekanisme konsultasi publik terlebih dulu sebelum diputuskan,'' ungkap Koordinator Badan Pekerja (BP) Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng Muhadjirin SH.

Dia menyampaikan hal itu dalam silaturahmi dan dialog interaktif ''Menyinergikan antara Eksekutif, Dewan, Pers, dan Masyarakat yang digelar Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng di Gedung Pers Jalan Tri Lomba Juang 10 Semarang, Kamis (30/9). Selain Muhadjirin, tampil sebagai pembicara adalah YMT Kepala BIKK Jateng Soedianto (mewakili Wagub), anggota DPRD Jateng dari PDI-P Drs HM Supito MM, dan dosen Komunikasi Undip Drs Amirudin MA.

Ketua KDW Provinsi Jateng Mohammad Saronji mengatakan, kegiatan tersebut untuk menjalin tali silaturahmi antarelemen terkait. Selain itu, juga untuk lebih menyinergikan peran, fungsi, dan tugas lembaga legislatif, eksekutif, pers, dan publik. Dengan demikian, diharapkan ke depan tidak akan terjadi lagi kasus-kasus yang menimpa lembaga Dewan seperti yang terjadi belakangan ini.

Sejak Penyusunan
Diakui atau tidak, keterpurukan citra lembaga legislatif periode 1999-2004 salah satu faktornya adalah karena keterputusan komunikasi politik. Padahal, komunikasi itu sangat penting dalam rangka membangun opini publik yang antara lain dapat dilakukan lewat media massa, ujarnya.

Menurut penuturan Muhadjirin, pengawasan terhadap anggaran bisa dilakukan sejak dalam tahap penyusunan dan saat pelaksanaan.

Membangun sinergi antara legislatif, eksekutif, pers, dan publik, dalam pandangan masyarakat harus dimaknai sebagai bentuk kontrol penyelenggaraan pemerintahan.

Dia juga berharap pada Dewan yang baru secara kelembagaan, ada proses transparansi dan akuntabilitas anggaran.

''Selama ini kami tidak tahu bagaimana bentuk pertanggunggungjawaban pada publik atas penggunaan anggaran itu. Bahkan, selama ini juga tidak ada anggota Dewan yang ditunjuk sebagai juru bicara dan berkomunikasi dengan masyarakat,'' papar dia.

Pembicara lain, Supito, pada awal paparannya banyak ngudarasa menyangkut mekanisme penyusunan anggaran. Dalam proses penyusunan angggaran, ujar dia, ketika ada Biro Pemerintahan Desa aspirasi dibawa dari desa ke kabupaten/kota, digelar rakorbang, dibahas di Bappeda kabupaten/kota, dan dinaikkan ke provinsi. ''Akan tetapi, sekarang ada perbedaan.''

Menurut pandangan dia, pengawalan anggaran semestinya sejak di Rakorbang. ''Jangan di komisi, itu jelas terlambat,'' tandas mantan Ketua Komisi C (Bidang Anggaran) DPRD Jateng periode 1999-2004 tersebut.

Karena itu, pihaknya mengajak semua elemen masyarakat untuk mengawal anggaran tersebut sejak awal. ''Mari kita kawal sejak awal, jangan setelah jadi buku (RAPBD/APBD).''

Dosen Komunikasi Undip Drs Amirudin MA berpendapat, opini memiliki kekuatan yang luar biasa. Opini memiliki hubungan paralel dengan reputasi dari sebuah lembaga.(G7-78j)

Sumber: Suara Merdeka, 1 Oktober 2004
http://www.antikorupsi.org/id/content/kawal-anggaran-jangan-setelah-jadi-buku
Baca SelengkapnyaKawal sejak Awal, Jangan Setelah Jadi Buku (RAPBD/APBD)

Pilkada Tak Perlu Biaya Mahal

PILKADA LANGSUNG: Farid Abdul Hadi, HM Supito, Puguh Tri Sadono, Joko J Prihatmoko, dan Wijaya dalam seminar ''Pilkada Langsung dan Prospek Demokratisasi di Daerah''.(55) - SM/Setiawan HK

PATI - Besar kebutuhan anggaran untuk penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung di sejumlah kabupaten/kota mendapat perhatian serius Gubernur H Mardiyanto. Menurut pendapatnya, meski harus diakomodasi APBD, tetapi perlu mengukur kemampuan anggaran daerah.

Apabila biaya penyelenggaraan pilkada melebihi kemampuan APBD di suatu daerah, jelas Gubernur, justru menjadi sebuah ironi. Karena tidak mustahil anggaran daerah tersedot habis untuk biaya pilkada dan setelah kepala daerah dan wakilnya terpilih justru tidak dapat melakukan kegiatan pembangunan karena tidak ada anggaran.

''Hal ini harus diperhatikan betul. Karena itu, dalam menyusun anggaran harus tetap mengedepankan aspek kemampuan keuangan daerah, efisiensi, dan kesederhanaan,'' kata Gubernur Jateng H Mardiyanto saat menjadi keynote speaker dalam seminar bertema ''Pilkada Langsung dan Prospek Demokratisasi di Daerah''. Kegiatan di aula Bakorlin I di Pati, Senin (13/12), diselenggarakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Semarang.

Seminar menghadirkan narasumber Drs HM Supito MM (politikus), Drs H Ahmad Farid MA (Wakil Ketua DPRD Pati), Wijaya SH MH (Dekan FH Untag), Drs Joko J Prihatmoko (peneliti dan anggota KPU Kendal), dan dimoderatori Puguh Tri Sadono (redaktur Solo Pos).

Sebelumnya Rektor Untag St Sukirno dan Ketua KDW M Saronji dalam sambutannya mengurai momen pilkada langsung dan persoalan usulan anggaran yang cukup besar dari para penyelenggara.

Gubernur H Mardiyanto memberikan contoh sederhana penyelenggaraan pilkada langsung yang demokratis tetapi murah, yaitu dengan mengadopsi pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades). Jika diasumsikan setiap pilkades menghabiskan biaya antara Rp 5 juta - Rp 10 juta, maka di suatu daerah kabupaten/kota dengan 200 desa/kelurahan, berarti membutuhkan biaya antara Rp 1 miliar - Rp 2 miliar.

Tetapi kalau yang digunakan adalah standar pengalaman klasik, yaitu pemilu legislatif dan pilpres, akan lebih mahal. Tentu yang terlibat kegiatan tersebut, yaitu KPUD dan elemen masyarakat lainnya, memiliki semangat memakai falsafah kesederhanaan dalam demokrasi penentuan biaya. Dengan demikian, perlu mempertimbangkan kemampuan anggaran daerah masing-masing.

Pergeseran

HM Supito mengungkapkan, saat ini telah terjadi pergeseran yang menyebabkan peran parpol menjadi kecil dalam pilkada langsung. Sebaliknya, figur seorang calon justru menjadi tolok ukur kuat untuk keberhasilan yang bersangkutan dalam pemilihan. ''Bisa jadi kalau Mayangsari mencalonkan diri sebagai bupati Banyumas akan menang,'' ujarnya.

Farid Abdul Hadi lebih banyak mengungkap tentang pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh siapa, DPRD atau panwas pilkada. Menurutnya, DPRD bisa menjadi pengawas secara umum dan berusaha mewujudkan dirinya sebagai pengawas yang baik, meski secara tidak langsung masing-masing anggotanya adalah tangan panjang partai. (G7,H1,ad-58t)

Baca SelengkapnyaPilkada Tak Perlu Biaya Mahal

Pilkada Langsung Tak Perlu Boroskan APBD

SUARA MERDEKA
Jumat, 10 Desember 2004


PATI - Delapan dari 11 kabupaten/kota yang berada dalam Badan Koordinasi Pembangunan Lintas Wilayah (Bakorlin) I Jateng akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung pada 2005. Jumlah tersebut dinilai cukup banyak sehingga perlu diantisipasi agar semua berjalan lancar.

Kepala Bakorlin I Ir HM Sholeh mengemukakan, kedelapan daerah yang secara terjadwal akan menggelar pilkada langsung mulai pertengahan 2005 itu adalah Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Kendal, Kota Salatiga, Kabupaten Demak, Kota Semarang, dan Kabupaten Semarang.

Sementara itu, di sela-sela halalbihalal dengan jajaran pers belum lama ini di Wisma Perdamaian, Gubernur H Mardiyanto mengimbau agar dihindari pemborosan APBD dalam pelaksanaan pilkada langsung tersebut. Dia berharap, pilkada digelar secara sederhana namun dengan hasil yang berkualitas.

Menurut saran HM Sholeh, sejak dini perlu langkah antisipasi atas pelaksanaan pilkada yang baru kali pertama digelar di Indonesia tersebut. ''Hal itu agar semua berjalan lancar dan demokratis tanpa diwarnai aksi kekerasan dan menghasilkan kepala daerah yang betul-betul didukung rakyat," ujar Sholeh di ruang kerjanya di Pati, kemarin, saat menerima audiensi rombongan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jateng yang dipimpin ketuanya, M Saronji SAg.

Audiensi berkaitan dengan rencana KDW Provinsi Jateng bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Semarang di Pati menggelar Seminar "Pilkada Langsung dan Proses Demokratisasi di Daerah", Senin (13/12), di Rumah Dinas Bakorlin I Jateng Jalan Jenderal Sudirman Pati.

Akan tampil sebagai pembicara pada seminar tersebut, antara lain Drs HM Supito MM (mewakili unsur partai di Jateng), Drs Joko J Prihatmoko (peneliti sosial politik dan anggota KPU Kendal), Widjaya SH MHum (Dekan Fakultas Hukum Untag Semarang), dan Drs H Achmad Farid Abdulhadi MA (Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pati). Sebagai keynote speaker adalah Gubernur H Mardiyanto.

Sholeh yang didampingi dua stafnya, Ir Murti Wibowo dan Drs Zaenal Arifin MSi, mengucapkan terima kasih kepada KDW dan FH Untag yang memprakarsai seminar tersebut di wilayahnya. Apalagi, pilkada langsung 2005 sudah di ambang pintu.

Sosialisasi Pilkada

Gubernur mengungkapkan, sosialisasi yang benar tentang pilkada langsung sangat perluk. Citra yang perlu diarahkan ke masyarakat ataupun penyelenggara adalah desain pilkada langsung di kabupaten/kota ataupun provinsi berbeda dari pemilu legislatif serta pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres).

Perbedaan itu, lanjutnya, terutama dari aspek penyelenggaraan administrasinya. Dalam hal ini, pilkada langsung perlu didesain secara sederhana dalam rangka untuk menghemat anggaran.

Dalam benak Gubernur, dari aspek administratif dan pelaksanaannya, pilkada langsung tidak berbeda dari pemilihan kepala desa. Masyarakat yang memiliki hak pilih cukup berkumpul di balai desa atau di tempat yang luas, kemudian pemilihan pun berlangsung.

Sementara itu, Ketua KDW Jateng M Saronji SAg mengatakan, kegiatan yang digelar bersama FH Untag di Pati itu dalam rangka memberi sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak terkait agar dalam pelaksanaan pilkada langsung dapat berjalan jujur, adil, lancar, demokratis tanpa diwarnai aksi kekerasan.

Sosialisasi dan langkah antisipasi perlu diefektifkan mulai saat ini mengingat gebyar pilkada di kabupaten/kota makin menghangat dengan mulai munculnya bursa calon.

Masyarakat, ujarnya, perlu paham makna pilkada langsung yang bertujuan untuk memilih kepala daerah yang dianggap terbaik untuk bisa memimpin daerahnya menuju pada kesejahteraan dan kedamaian. ''Hal yang terpenting, harus dihindari praktik politik uang,'' tegasnya. (G7-78j)
Baca SelengkapnyaPilkada Langsung Tak Perlu Boroskan APBD

Kepedulian Lingkungan Jangan Berhenti

DARI SEMINAR GLOBAL WARMING DAN TANAM MANGROVE (1)


01/07/2008 08:49:55
KELOMPOK Diskusi Wartawan (KDW) Propinsi Jawa Tengah kembali menunjukkan responsibilitasnya terhadap persoalan sosial lingkungan. Setelah pada tahun 2001 berhasil menjembatani terselesaikannya kasus Kedungombo yang berlarut-larut
hingga bertahun-tahun, kali ini, dengan merangkul Magister Ilmu Lingkungan (MIL)Universitas Diponegoro dan PT Semen Gresik Tbk, pada telah mengukir lagi keberhasilannya dalam mengabdikan diri pada lingkungan.

Dua kegiatan bernapaskan lingkungan berupa seminar nasional dengan tema Strategi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim pada 24 Juni di Patra Semarang dan penanaman 30.000 bibit mangrove dan sekaligus pencanangan pohon nyamplung di Sabuk Pantai Mangunharjo Semarang, pada 25 Juni, telah menuai pujian dari
berbagai pihak yang mengikuti event tersebut.

Acara yang digelar dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup itu, sebagai kegiatan membumi, di tengah semakin parahnya kerusakan lingkungan akibat pemanasan global yang terjadi di seluruh penjuru dunia. Kerusakan itu juga melanda Pantai Mangunharjo Kecamatan Tugu Semarang akibat abrasi yang dipicu
semakin langkanya mangrove di pantai tersebut.

Menteri Kehutanan MS Kaban pun menyempatkan hadir pada event tersebut. Saat berbicara sebagai pembicara kunci pada seminar itu, MS Kaban berkali-kali menyampaikan terima kasih dan memberi penghargaan tinggi kepada KDW, MIL Undip dan PT Semen Gresik. Dua event yang digelar itu merupakan kegiatan yang selama
ini diharapkan oleh Dephut dalam rangka mengurangi pemanasan global.

Dalam sambutannya MS Kaban mengatakan akan terus berkampanye tentang peduli lingkungan, dengan motto, tiada hari tanpa menanam. Hal itu dimaksudkan sebagai upaya melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, agar kondisi lingkungan
yang rusak parah berangasur pulih.
Usai berpidato, Menhut menerima simbolis bibit mangrove dari Direktur Utama PT Semen Gresik Tbk Ir Dwi Soetjipto MM, untuk selanjutnya bibit yang berjumlah 30.000 buah itu, ditambah 1000 pohon nyamplung, ditanam pada hari Rabu (25/6) di Sabuk Pantai Mangunharjo, dengan tujuan membentengi arus ombak laut agar tidak menerjang lagi tambak-tambak petani setempat.

Saking antusiasnya, Menhut usai menjadi pembicara kunci tidak langsung meninggalkan tempat sebagai kebanyakan para pejabat, namun justru mengikuti seminar hingga akhir didampingi Dirut PT Semen Gresik Ir Dwi Soetjipto MM dan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dr Soenaryo.

Diskusi itu menampilkan pembicara Gubernur Jateng H Ali Mufiz MPA diwakili Kepala Badan Penanggulanan Bencana Alam Jawa Tengah Ir Nidhom, Pakar Lingkungan Undip Prof Dr Sudharto P Hadi, Deputi Kementerian Lingkungan Hidup dan Koordinator Walhi Jateng Arif, dengan moderator H Amir Mahmud NS SH.MH, Wapimred
Suara Merdeka.

Tak hanya Menhut yang antusias dengan seminar itu, para peserta pun juga begitu. Sebelum seminar dibuka pukul 09.15, pesertanya sudah melampaui undangan. Dari buku absensi kehadiran peserta, tercatat tanda tangan sebanyak 235 peserta, sementara yang diundang hanya 200 orang. Makin siang, jumlah peserta terus
mengalir hingga panitia harus menambah kursi dan konsumsi.

Tidak hanya peserta yang aktif mengikuti jalannya seminar, namun ketua panitia Isdiyanto yang juga Kepala Biro Semarang SKH Kedaulatan Rakyat pun, juga harus melayani padatnya dialog interaktif on air yang diprogramkan RRI Semarang, via HP. Begitu dialog dibuka oleh moderator Sudarno, penyiar senior RRI Semarang, spontan tanggapan masyarakat seputar kedua kegiatan tersebut mengalir tiada henti.

Para pendengar RRI Semarang yang merespons dialog itu, umumnya berharap kegiatan yang diprakarsai KDW, MIL Undip dan PT Semen Gresik tidak sekadar seremonial, tetapi dilakukan terus menerus dan diikuti pula oleh elemen masyarakat yang lain. Banyak penelpon yang menghendaki sikap tegas pemerintah untuk mengedepankan perlindungan lingkungan daripada memanjakan investasi yang datang
dari para pengusaha.
Harapan publik yang disampaikan lewat on air RRI Semarang itu, juga dikemukakan oleh Prof Dr Sudharto P Hadi yang menjadi narasumber dalam seminar di Patra Semarang. “Bila dokter melakukan kesalahan dan pasien meninggal, maka masalahnya cukup terhadap pasien yang meninggal itu saja. Tetapi kalau kesalahan yang menyebabkan rusaknya lingkungan, maka dampak yang ditimbulkan akan lama untuk memulihkan kembali,” kata Prof Dr Sudharto dalam seminar itu. (Isdiyanto)-c

http://222.124.164.132/web/detail.php?sid=169118&actmenu=38

Baca SelengkapnyaKepedulian Lingkungan Jangan Berhenti

Atasi Abrasi, Segera Dibangun Sabuk Pengaman

DARI SEMINAR GLOBAL WARMING DAN TANAM MANGROVE (2) ;

Atasi Abrasi, Segera Dibangun Sabuk Pengaman

HARI kedua kegiatan yang digelar Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Propinsi Jateng bekerja sama dengan MIL Undip dan PT Semen Gresik Tbk, di pusatkan di Sabuk Pantai Mangunharjo Semarang . Diawali peninjauan lokasi abrasi pantai yang dinilai sangat parah, untuk segera diambil solusi. Rombongan naik perahu tempel, terdiri Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dephut Dr Soenaryo, Kepala Dinas Kehutanan Jateng Ir Sri Puryono, Pakar Lingkungan Undip Prof Dr Sudharto P Hadi, Direktur Litbang PT Semen Gresik Ir Suharto dan Ketua Panitia Isdiyanto dari Harian Kedaulatan Rakyat. Setelah melihat parahnya abrasi, disepakati perlu segera dibangun sabuk pantai sepanjang 1,2 kilometer yang berfungsi untuk menembel sabuk yang selama ini bolong, dengan anggaran Rp 4 miliar yang merupakan kerja sama antara Dephut, Pemprop Jateng dan Pemkot Semarang. Target proyek ini, sebagai penahan ombak laut agar tidak menerjang tambak petani. Kita harus segera menyelesaikan sabuk pantai yang bolong itu, agar kerusakan tidak makin parah, kata Kadis Kehutanan Jateng Ir Sri Puryono. Usai tinjau abrasi, rombongan menanam 30.000 bibit mangrove dan 1.000 pohon nyamplung dan diakhiri dialog dengan masyarakat petani tambak Mangunharjo. Ketua Panitia Isdiyanto melaporkan, sampai awal 1990-an, warga Mangunharjo cukup makmur. Hasil panen tambak berupa udang windu dan bandeng melimpah. Setiap hektar tambak menghasilkan lima kuintal udang windu dan empat kuintal bandeng. Hasil sampingan lain, berupa udang api, mujair, blanak dan ikan rucahan. Banyak warga yang sempat naik haji. Pernah dalam satu musim haji, sekitar 60 warga berangkat ke Tanah Suci. Namun, kemakmuran itu, telah pergi. Tambak rusak akibat abrasi pantai dan produksinya tidak bisa diandalkan lagi. Lebih dari 31 hektar tambak dari total 228 hektar lebih di kawasan Mangunharjo hilang. Dari 196 hektar lebih tambak yang tersisa, 121 hektar kondisinya rusak berat. Lebar pantai yang rusak 100 meter lebih, yang semula berfungsi sebagai sabuk pengaman. Tambak yang masih ada kini langsung berbatasan dengan laut, tak ada lagi pantai atau hutan bakau yang menahan gelombang laut. Kerusakan tambak sejak 1987 dan makin parah sejak 1991, bersamaan terjadinya pembelokan muara Sungai Wakak tahun 1987 oleh PT Kayu Lapis Indonesia (KLI), untuk perluasan pabrik. Muara Sungai Wakak semula menghadap ke laut dibelokkan 90 derajat ke timur sejauh 1,6 km. Akibatnya, muara Sungai Wakak bersatu dengan muara Sungai Plumbon sehingga menimbulkan arus bawah pada musim Barat. Arus bawah mengikis lahan tambak milik warga di sebelah timur Sungai Plumbon. Kerusakan tambak semakin parah ketika tahun 1991 PT KLI mengeruk pasir dan menimbun pantai (reklamasi). Areal yang dulunya merupakan muara Sungai Wakak ditimbun pasir yang diambil dari pantai, dijadikan tempat penumpukan kayu. Pendirian bangunan PT KLI yang terlalu menjorok ke laut menyebabkan transpor sedimen terhalang serta membiaskan arah arus dan gelombang. Kondisi itu memperparah kerusakan pantai Mangunharjo dan menyebabkan air laut masuk ke daratan (interusi air laut). Bukan hanya tambak yang rusak, tetapi juga lahan sawah yang ada di daerah itu sehingga pemilik sawah terpaksa mengubah sawahnya menjadi tambak. (Isdiyanto)-g
Baca SelengkapnyaAtasi Abrasi, Segera Dibangun Sabuk Pengaman

LSM Jangan Obyekkan Kedungombo


SUARA MERDEKA
Kamis, 25 Oktober 2001  Berita Utama  


SEMARANG- Sebagian warga ''korban'' Waduk Kedungombo meminta lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terjun di lokasi agar benar-benar memperjuangkan rakyat. Hal ini supaya kasus yang sudah berlangsung sepuluh tahun lebih itu dapat cepat selesai.

''Saya agak bingung, LSM justru berdiri di depan dan bukan di belakang rakyat sebagai pihak korban Waduk Kedungombo. Saya kira rakyat bisa kompak agar masalah ini bisa cepat selesai. Tetapi dari LSM, justru tidak. Padahal, sebenarnya warga kemuannya sederhana saja. Yakni kasus ini bisa segera selesai. Saya kira kedok LSM semakin terbuka, semata-mata mengobyekkan rakyat dalam kasus Kedungombo,'' ungkap Paris Parjanto, salah seorang koordinator Tim Sepuluh dari wilayah Kabupaten Sragen pada
diskusi II ''Penyelesaian Kasus Kedungombo'' di Ruang Serbaguna DPRD Jateng, kemarin.

Kegiatan tersebut difasilitasi oleh Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng. Hadir pada kesempatan itu Dr Nasikun (UGM), Tri Kadarsilo (UKSW), Drs H Noor Achmad MA (anggota Komisi A DPRD Jateng), Bona Ventura SH (anggota Komisi D), Andik Hardiyanto SH (LBH Semarang), Ketua Paguyuban Warga Korban Kedungombo, dan sejumlah warga/tamu undangan lain.

Paris mengemukakan, keberadaan LSM sebagai tim pendamping semestinya hanya sebatas merumuskan poin-poin atau draf penyelesaian kasus itu. Itu pun kalau memang warga yang didampingi tidak mampu merumuskan, sehingga membutuhkan bantuan pendamping.

Dia menyatakan, penyelesaian kasus itu yang paling realistis saat ini adalah dengan musyawarah atau kompromi. Karena penyelesaian lewat jalur hukum, realitasnya sudah memakan waktu 12 tahun dengan hasil yang belum jelas.

Pada kesempatan itu Tulus dari Paguyuban Warga Korban Kedungombo meminta pembentukan komite/dikusi pembentukan komite penyelesaian/ pemberdayaan warga Kedungombo ditunda
dahulu. Dia akan menyosialisasikan kepada anggotanya lebih dahulu. Setelah melalui sharing atau berbagi ide akhirnya disepakati diskusi/pembentukan komite/ panitia kecil ditunda hingga 1 November di tempat yang sama.

Koordinator KDW Isdiyanto mengingatkan, pada diskusi lanjutan itu seluruh elemen masyarakat seharusnya sudah membawa konsep jelas dan berani mengambil keputusan.

Dr Nasikun berpendapat, keberadaan komite hendaknya jangan ditawarkan lebih dulu kepada seluruh warga. Dia mengemukakan, yang lebih penting komite atau panitia kecil dibentuk lebih dahulu dengan merumuskan dan menawarkan program kepada masyarakat
setempat.(D10-16j)


Baca SelengkapnyaLSM Jangan Obyekkan Kedungombo

Diskusi ”Profesionalitas Guru Pascasertifikasi”



ARENA
Selasa, 21 Desember 2010 | 09:42 WIB

Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jawa Tengah bersama Universitas Negeri Semarang (Unnes) akan menyelenggarakan Focus Group Discussion bertema ”Menakar Profesionalitas Guru Pascasertifikasi”, Rabu (22/12) pukul 09.30-12.30 di Ruang Senat Gedung H Lantai 4 Kampus Unnes, Gunungpati, Semarang. Menurut ketua panitia, Isdiyanto, diskusi ini dalam rangka mengurai persoalan yang terkait dengan profesionalitas guru pascasertifikasi serta mencari solusi yang lebih konkret sebagai bahan rekomendasi kepada pemerintah dan pihak-pihak terkait. Diskusi akan diikuti sejumlah guru, dosen, rektor, dan lembaga pendidikan lainnya. (*/son)
Baca Selengkapnya Diskusi ”Profesionalitas Guru Pascasertifikasi”

Komite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo Dideklarasikan

Sabtu, 7/09/02 : 17.41 WIB


Semarang, CyberNews. Komite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo (Kompak), Sabtu (7/9) dideklarasikan. Kegiatan tersebut berlangsung di Ruang Serba Guna Gedung Gedung (DPRD Jateng), Jl Pahlawan Semarang.

Hadir pada kesempatan itu sejumlah masyarakat Kedungombo, Dr Nasikun (sosiolog UGM), Drs H Noor Achmad MA (aanggota Komisi AA DPRD Jateng), Joko Sutrisno (Kepala Bapedalda Jateng), Agus Utomo SSos (BIKK), serta sejumlah tamu undangan lainnya.

Kompak terdiri atas tiga presidium/komisi. Yakni, komisi bidang sumber daya manusia dikoordinatori Dr Nasikun, komisi politik dan hukum dikoordinatori Teguh Purnomo SH, dan komisi sosial ekonomi dikoordinatori Paris Rajanto.

Sebelum Kompak dibentuk dan dideklarasikan, telah dibuat Tim 11 diketuai Paris Rajanto. Tim ini bertugas mempersiapkan segala sesuatu hingga Kompak dideklarasikan. Selama ini, Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng di bawah Ketua Isdiyanto banyak memfasilitasi kegiatan tersebut.

Nasikun menjelaskan, pembentukan Kompak dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Di antaranya, berlarut-larutnya penyelesaian berbagai masaalah yang terjadi sebagai akibat aplikasi paradigma pembangunan konvensional di masa silam dalam proyek pembangunan Waduk Kedungombo, sehingga dialog yang seimbang untuk mempertemukan berbagai kepentingan dan perspektif kurang berkembang.

Menuntut Keseimbangan

Selain itu, lanjutnya, munculnya paradigma baru pembangunan yang menuntut keseimbangan antara peran negara, masyarakat bisnis, dan masyarakat sipil di dalam perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan.

Sebagai konsekuensi dari semua itu, berkembang kesadaran semua pihak bahwa penyelesaian berbagai masalah yang ditimbulkan oleh pembangunan Waduk Kedungombo hanya dapat dituntaskan melalui pelembagaan dialog yang terus-menerus antara masyarakat Kedungombo, masyarakat bisnis dan pemerintah. Hal ini supaya bisa ditemukan format penyelesaian yang bukan hanya menguntungkan kepentingan nasional, melainkan juga pemberdayaan masyarakat Kedungombo.

Anggota Komisi A Drs H Noor Achmad mengatakan, setelah Kompak secara resmi dideklarasikan maka pemerintah jika akan ke Kedungombo harus kulonuwun dulu dengan komite itu. Dalam arti, program-program pemerintah yang berkaitan dengan Kedungombo perlu dikoordinasikan lebih dulu dengan Kompak.

Hal ini selain untuk menghindari duplikasi program, juga program-program pembangunan pemerintah supaya bisa tepat dan benar-benar dibutuhkan masyarakat setempat.

"Pemerintah juga perlu mendukung dana kegiatan operasional Kompak. Hal ini karena apa yang dilakukan komite sebenarnya sama dengan upaya pemerintah untuk penanganan kemiskinan, keterisolasian, keterbelakangan/kebodohan di daerah Kedungombo." (waa/cn05)
 Copyright © 2000

Baca SelengkapnyaKomite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo Dideklarasikan

Kekerasan Massa Parpol Karena Pendidikan Politik Gagal

SUARA MERDEKA
Kamis, 30/05/02 : 23.34 WIB - Semarang Aktual


Semarang, CyberNews. Kekerasan massa partai politik (parpol) yang kerap terjadi merupakan cermin kegagalan atau belum berhasilnya pendidikan politik pada rakyat dan pendukung masing-masing partai. Kalau pendidikan politik berhasil, tentu tidak akan terjadi kekerasan yang dilakukan massa/simpatisan partai tertentu terhap
kelompok lainnya.

"Munculnya kekerasan massa partai karena partai secara keseluruhan gagal dalam mendidik kadernya. Ini kegagalan parpol secara kesleuruhan," kata Sukirman dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam diskusi interaktif bertema "Fenomena Kekerasan Massa Partai, Belajar dari Kasus 20 Mei," di Hotel Santika Semarang, kemarin.

Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng. Pembicara lainnya, Mahfudz Ali SH MSi (Purek III Unissula), H Sriyono (Ketua DPC PDI-P Kota Semarang), Kapoltabes AKBP Drs Noer Ali, Sasongko Tedjo SE MM (Ketua PWI Jateng), dan Hadi Santoso (BEM Undip). Sebagai moderator Puguh Tri Sadono (wartawan Solo Pos).

Kirman menambahkan, di era reformasi masing-masing parpol hendaknya menjunjung tinggi demokrasi. Kakarasan massa partai jangan sampai terjadi. "Kalau memang memiliki jiwa demokrasi yang tinggi, walau 'dipancing-pancing' pasti tidak akan terpengaruh. Melakukan kritik terhadap pemerintah adalah hak setiap warga
negara.
Presiden Megawati sekarang tidak hanya milik PDI-P, tetapi sudah menjadi milik seluruh rakyat Indonesia," ujarnya. Ketua PWI Jateng Sasongko Tedjo SE MM berpendapat, diskusi tersebut sangat penting. Karena melalui forum itu diharapkan ada penyelesaian berkaitan dengan masalah kekerasan massa partai.

"Kalau tidak pernah dibicarakan kapan masalahnya selesai," tuturnya. Menurut Sasongko dalam kasus pemukulan aktivis mahasiswa dan wartawan saat ada demo di bundaran air muncrat Jl Pahlawan Semarang sebenarnya yang menaruh peduli PDI-P. Namun, pengurus partai itu justru kurang cepat dalam menanggapi kasus
tersebut.

Ia menambahkan, pemberitaan di media massa atas kasus itu sama sekali jauh dari tendensi ingin menelanjangi PDI-P. "Yang kita tentang pada aspek kekerasan massa partai. Ke depan demokrasi di Indonesia harus ditegakkan, termasuk peran pers yang bebas dan bertanggung jawab." Wapemred Suara Merdeka itu mengakui, sampai sekarang sosialisasi kebebasan pers belum selesai. Sehingga, masih terjadi kekerasan terhadap wartawan. Padahal, wartawan dalam menjalankan tugas profesinya dilindungi
undang-undang.

Sementara itu Datsatgas dan Ketua DPC PDI-P Kota Semarang, H Sriyono, selaku pribadi turut prihatin berkaitan dengan insiden pemukulan terhadap dua anggota LMND dan wartawan saat meliput kegiatan demontrasi Senin 20 Mei 2002 lalu. "Satgas PDI-P tidak terlibat dalam pemukulan itu. Hal ini karena tidak ada satupun massa
yang melakukan bentrok menggunakan atribut Satgas PDI-P."
Namun ia mengakui sebagian besar mereka adalah massa dan simpatisan PDI-P.
Mereka melakukan reaksi secara spontan karena pengunjuk rasa telah melakukan penghinaan kepada Mega yang dirasa sangat melecehkan dan menginjak-injak harga diri PDI-P.

"Massa PDI-P tidak pernah melakukan kekerasan pada mahasiswa, apalagi terhadap mahasiswa Undip atau lainnya. Yang dilakukan oleh massa PDI-P adalah membela diri atas perilaku ormas atau LSM yang beratribut LMND yang notabene kepanjangan tangan
PRD. Jadi, sangat tendensius kalau sementara ini dalam setiap pemberitaan di media massa, PDI-P dikatakan telah melakukan tindak kekerasan pada mahasiswa," tandasnya.

Dalam sambutannya, Ketua KDW Isdiyanto menyatakan kekerasan massa partai yang terjadi 20 Mei lalu hendaknya yang terakhir. Kedepan semua pihak agar mengedepankan nilai-nilai demokrasi, menghargai perbedaan, dan bisa menerima kritik. Dengan
demikian, peristiwa memilukan tersebut tidak perlu terjadi lagi.

Ia menambahkan, KDW tidak melakukan pemboikotan berkaitan dengan kasus tersebut. Karena hal itu tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, justru masyarakat dirugikan karena akan kehilangan informasi yang dibutuhkan. Pertimbangan lainnya, kalau wartawan melakukan pemboikotan sama saja dengan melakukan politik praktis.
Padahal, wartawan mestinya mengedepankan sikap independen dan objektifitas. "Saya kira dalam kasus ini, wartawan sebagai pelayan masyarakat tetap terjaga, dan proses hukum jalan terus," katanya. Kapoltasbe AKBP Drs Noer Ali mengaku, sampai sekarang proses penyidikan kasus itu masih jalan terus. Berdasarkan keterangan
saksi-saksi dan foto-foto di lapangan, patut diduga sejumlah orang sebagai pelaku pemukulan. Ia menambahkan, polisi ingin segera menyelesaikan kasus tersebut secara tuntas. Namun, masih menemui kendala. Misalnya, dua korban mahasiswa sampai sekarang belum bersedia dimintai keterangan. (Waa/Cn08)

Baca Selengkapnya Kekerasan Massa Parpol Karena Pendidikan Politik Gagal

Diskusi Perda Perjudian KDW



SUARA MERDEKA
Selasa, 18 November 2003


KELOMPOK Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng bekerja sama dengan Universitas Wahid Hasyim Semarang (Unwahas) menggelar diskusi seri 2 bertema ''Menelaah Teks dan Konteks Perda Pemberantasan Perjudian di Jawa Tengah''. Menurut Ketua KDW Isdiyanto, kegiatan itu akan digelar Selasa (18/11) ini, mulai pukul 14.00 di Hotel Santika Jl A Yani, Semarang. Para pembicara, Wakil Ketua DPRD Jateng HA Thoyfoer MC, Dr Nyoman Serikat Putra Jaya (FH Undip), Kapolda Jateng Irjen Pol Drs Didi Widayadi MBA, dan Gubernur H Mardiyanto sebagai keynote speaker. (D6-84k)
Baca SelengkapnyaDiskusi Perda Perjudian KDW

Pengenalan Teknik Jurnalistik bagi Guru Masih Minim




Bagi seorang guru, mengenal dan memahami dunia jurnalistik merupakan suatu hal yang penting. Tujuannya, agar pendidik memiliki kemampuan menulis yang baik dan benar sehingga akan membantu dalam proses belajar mengajar.

Dengan mengenal jurnalistik, diharapkan guru minimal bisa membuat press release agar sekolah tempat dia mengajar bisa lebih dikenal melalui media massa. Dengan maksud mengenalkan jurnalistik, Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng menggelar pendidikan dan pelatihan (diklat) dasar jurnalistik.

Kegiatan berlangsung di aula lantai II Penerbit Erlangga Jalan Puspowarno Tengah 38-40 Semarang, Sabtu (10/4), dan diikuti 51 kepala sekolah dan guru TK Islam atau Raudhatul Athfal (RA) dari Kota Semarang, Kendal, Demak, Ungaran, dan beberapa kota lainnya.

Ketua KDW Jateng Ali Arifin menyatakan, pelatihan diharapkan bisa meningkatkan minat guru untuk menulis. Menulis itu akan memberikan banyak manfaat untuk diri sendiri dan juga orang lain. Apalagi bila tulisan sudah mulai diterbitkan di koran, hal itu bisa mengangkat citra seorang guru, jelasnya.
Materi Sejak pagi, para guru mengikuti berbagai pelatihan menulis oleh wartawan dari berbagai media cetak yang ada di Semarang. Materi pelatihan di antaranya teknik mencari dan menulis berita, kode etik jurnalistik, penulisan artikel, penulisan resensi buku, pembuatan press release, dan penulisan fiksi atau cerpen.

Seluruh pengajar adalah wartawan senior dari berbagai media, seperti Setiawan HK, Mohammad Saronji, Dicky P (Suara Merdeka), Sonya (Kompas), Sriyanto Saputra (Wawasan), Khusnul Huda (Sindo), Ida Nur Laela (Radar Semarang), dan juga Reza Taufani (Meteor).

Selama mengikuti pelatihan, peserta terlihat antusias menjalani satu demi satu materi yang diajarkan. Tak hanya mengenal cara menulis, peserta juga diperkenalkan teknik fotografi dasar oleh fotografer Suara Merdeka, Sutomo. Kholifah (34), guru RA Al Khoiriyah Semarang, mengakui besarnya manfaat mengikuti pelatihan dasar tersebut. Menurutnya, selama ini masih jarang ada pelatihan jurnalistik, terutama bagi guru RA.

Dengan mengenal jurnalistik, lanjut dia, pihak sekolah pun akan lebih mudah membuat press release. Kalau sudah bisa membuat press release yang baik, kegiatan di sekolah pun akan lebih mudah diinformasikan melalui media massa, katanya. (H23-45)

Sumber: Suaramerdeka.Com
Diambil dari http://www.kesekolah.com
Baca SelengkapnyaPengenalan Teknik Jurnalistik bagi Guru Masih Minim

Enam Anggota DPRD yang Vokal Terima KDW Award

KDW AWARD : Ketua Kelompok Diskusi Wartawan Provinsi Jateng, M Saronji, menyerahkan KDW Award kepada enam anggota DPRD Jateng, yang dinilai paling vokal melalui penyataannya di media massa, Senin (19/12), di Badan Kesbanglinmas. (44h) - SM/Renjani



SUARA MERDEKA
Selasa, 20 Desember 2005

SEMARANG - Enam anggota DPRD Jateng, yang dinilai paling vokal menyuarakan aspirasi rakyat, menerima KDW Award, Senin (19/12), di Badan Kesbanglinmas Pemprov. Penilaian itu didasarkan oleh pantauan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng terhadap kekritisan mereka melalui media massa.

Selain perorangan kepada enam orang, secara kolektif, penghargaan juga diberikan kepada pimpinan DPRD (seorang ketua dan tiga wakil ketua), terkait dengan kebijakannya yang populis. Secara simbolis, penghargaan tersebut diberikan anggota Dewan Etik KDW, Isdiyanto, kepada Ketua DPRD Jateng, H Murdoko SH.

Sementara itu, keenam anggota DPRD yang dimaksud adalah anggota Komisi A dari FPKS Drs Abdullah Fikri Faqih MM, anggota Komisi D dari FPAN Muhammad Riza Kurniawan, anggota Komisi E dari FPKS Muhammad Haris SS, anggota Komisi A dari FPG Drs H Noor Achmad MA, anggota Komisi A dari FPG Soejatno Pedro HD, dan anggota Komisi E dari FPAN Drs Thontowi Jauhari SH.

Peluncuran Buku

Penganugerahan tersebut dilakukan bersamaan peluncuran buku ''DPRD Jawa Tengah, Dulu, Sekarang, dan ke Depan'' yang disusun atas kerja sama antara Sekretariat DPRD dan KDW Provinsi Jateng.

Secara resmi, peluncuran buku itu ditandai dengan penandatanganan oleh Gubernur H Mardiyanto, Ketua DPRD H Murdoko SH, dan Ketua KDW Provinsi Jateng Muhammad Saronji.

Ketua DPRD, Murdoko, mengatakan, masih saja ada pandangan terhadap DPRD yang tak cukup mengenakkan. Hingga saat ini sejumlah masyarakat beranggapan, anggota DPRD hanya datang, duduk, diam, dan duit. Bahkan, ada yang berapriori terhadap anggota DPRD, lantaran dianggap sebagai kepanjangan tangan parpol.

Namun, lanjut dia, kepercayaan terhadap DPRD juga mulai tumbuh. Dalam seminggu setidaknya lima kelompok menyampaikan aspirasi. Karena itu, para wakil ketua dan pimpinan komisi diberdayakan untuk menerima kedatangan para demonstran.

Ketua Tim 5 (penilai), Khusnul Huda, mengatakan, penganugerahan KDW Award sudah dilakukan sebelumnya. Saat penyelenggaraan pertama, beberapa tahun lalu, jumlah penerimanya cukup banyak. Namun, kali ini berkurang, sehingga diharapkan mampu memicu para anggota DPRD yang lain untuk lebih kritis. (H12,G17-44h)
Baca SelengkapnyaEnam Anggota DPRD yang Vokal Terima KDW Award

Bergulir Wacana Perlunya PR bagi Dewan


SUARA MERDEKA
Kamis, 04 Nopember 2004

SEMARANG- Munculnya citra buruk anggota Dewan di mata masyarakat akhir-akhir ini dinilai tak lepas dari lambatnya lembaga tersebut dalam menyikapi segala persoalan yang mengarah institusi itu. Bahkan, jika ada anggota Dewan terkena masalah kesannya menghindar, sehingga opini publik yang telanjur terbentuk melalui media massa makin memberikan stigma buruk bagi lembaga legislatif tersebut.

Wacana itu kemarin mengemuka dalam audiensi antara Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng dan Komisi A DPRD Jateng di Gedung Berlian, Rabu (3/11). Dalam kesempatan tersebut hadir antara lain Ketua KDW Mohammad Saronji, Dewan Etik Isdiyanto dan Puguh Tri Sadono, Sekretaris Ida Nur Layla, Bendahara Sunarto, serta para anggota lainnya. Adapun dari Komisi A hadir Ketua H Subyakto SH MH, Wakil Ketua H Husein Syifa SE, Sekretaris Agustina Wilujeng P SS, dan para anggota.

Dalam dialog tersebut akhirnya mengemuka wacana perlunya DPRD Jateng memiliki tim public relation (PR) untuk menjawab dan memberikan penjelasan atas sejumlah persoalan yang mengarah pada lembaga tersebut.

Menurut Dewan Etik KDW Isdiyanto, DPRD Jateng perlu menunjuk sejumlah anggota Dewan yang pantas duduk dalam PR tersebut. Tim itu bertugas mengadakan kajian atas berbagai persoalan yang muncul berkaitan dengan lembaga Dewan serta memberikan tanggapan/ penjelasan kepada publik melalui media massa.

Direspons Positif

Meski belum ada kesepakatan, namun wacana tersebut direspons positif oleh para anggota Komisi A. Bahkan, menyangkut citra Dewan, anggota Komisi A yang juga Ketua FPAN, Agna Susila, langsung meminta KDW mengupas masalah tersebut dalam sebuah diskusi.

Dalam audiensi juga mengemuka masih ada anggota Dewan yang takut ketika didatangi wartawan "bodreks" atau orang yang mengaku-aku sebagai wartawan. Tujuan utama "wartawan" tersebut bukan untuk mencari atau menggali berita, melainkan ada maksud tertentu dengan disertai ancaman.

Menurut Ketua KDW Mohammad Saronji, untuk menghadapi "wartawan" tersebut, sebenarnya tidak sulit. Yang penting, narasumber hendaknya berani menolak tuntutannya. Jika tuntutan itu disertai ancaman, sebaiknya narasumber melaporkannya kepada polisi.

Pada kesempatan itu Ketua Komisi A H Subyakto SH MH dan Wakil Ketua H Husein Syifa SE menyampaikan terima kasih kepada KDW atas silaturahmi tersebut. Bahkan, pertemuan tersebut diharapkan terus berlanjut pada masa-masa mendatang. (G7-78t)
Baca SelengkapnyaBergulir Wacana Perlunya PR bagi Dewan

Husnul Huda Ketua KDW Jateng

SUARA MERDEKA
Minggu 04 Februari 2007

SEMARANG- Husnul Huda SAg, wartawan Seputar Indonesia (Sindo), kemarin terpilih sebagai Ketua Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng tahun 2007 menggantikan Mohammad Saronji SAg (Suara Merdeka) yang sudah tiga periode menjabat organisasi itu. Pemilihan dilakukan dalam rapat tahunan di Hotel Santika Semarang, kemarin. Jabatan Wakil Ketua dipercayakan kepada Chandra AN (Kedaulatan Rakyat), Sekretaris Setiawan Hendra Kelana (Suara Merdeka) dan Bendahara Sunarto (Wawasan). Kepengurusan dilengkapi sejumlah divisi dan dewan etik.

Dalam sambutannya, Husnul Huda menyatakan akan membawa KDW Jateng ke depan lebih dinamis. Program yang dicanangkan antara lain menggelar sejumlah diskusi, seminar/ lokakarya, pelatihan jurnalistik, dan penerbitan. " Latar belakang dibentuknya KDW untuk memberdayakan wartawan, serta memberikan sumbangan pemikiran dan solusi atas berbagai persoalan yang muncul di Jawa Tengah melalui berbagai diskusi dan seminar," katanya. (D10-41)
Baca SelengkapnyaHusnul Huda Ketua KDW Jateng

Bibit Akui Tak Diundang PDIP


Oleh : Achmad Zaenal
Selasa, 02 Okt 2012 12:53:22  WIB

Semarang, ANTARA Jateng - Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo mengklarifikasi ketidakhadirannya dalam acara PDIP di Semarang, Senin (1/10), yang dihadiri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri karena tidak mendapat undangan.


"Saya sudah cek, memang tidak ada undangan untuk menghadiri acara tersebut. Saya itu seorang perwira, bukan bajing loncat. Saya nggak 'neko-neko' (macam-macam) dan saya itu selalu setia," katanya dalam seminar yang diadakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) di Semarang, Selasa.

Hadir dalam acara tersebut Wakil Gubernur Jateng Rustriningsih yang sebelumnya mendaftar sebagai calon Gubernur Jateng melalui PDIP.

Sementara dalam seminar tersebut Bibit Waluyo menganggap bodoh para koruptor yang telah merusak perjalanan hidup diri sendiri dan masyarakat.

"Hidup cuma satu kali saja kok korupsi. Itu bodoh," kata Bibit dalam bahasa Jawa ketika menjadi pembicara utama dalam seminar yang diadakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) di Semarang, Selasa.

Bibit dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa dirinya adalah gubernur yang dipilih rakyat, bukan gubernur partai sehingga apa pun yang dilakukan selalu demi kepentingan masyarakat Jawa Tengah.

Menurut dia, paling tidak ada empat "er" yang wajib dimiliki calon pemimpin Jateng, yakni "pinter"(pintar), "bener" (benar), "pener" (tepat), dan "kober" (menyempatkan diri).

Syarat dasar tersebut, kata mantan Pangkostrad itu, untuk menjawab besarnya tantangan Jawa Tengah yang saat ini dihuni sekitar 38,5 juta jiwa.

Kalau calon (gubernur) tidak menguasai geografi, demografi, dan kondisi sosial Jawa Tengah, katanya, visi apa yang mau digagas untuk membangun Jateng.

Menurut dia, sebenarnya Indonesia, termasuk Jawa Tengah, cukup fokus di dua sektor utama, yakni agraris dan maritim karena di kedua sektor inilah bangsa ini memiliki sumber daya dan keunggulan.

"Kalau mau membangun industri pesawat atau mobil, kita sudah tertinggal jauh. Bangunlah industri untuk memodernisasi alat dan mesin pertanian," kata Bibit yang pada Pilgub Jateng 2008 diusung oleh PDI Perjuangan.


Editor : Mahmudah
Baca SelengkapnyaBibit Akui Tak Diundang PDIP

Bibit: Hidup Cuma Sekali Saja kok Korupsi


Selasa, 02 Oktober 2012, 13:18 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo menganggap bodoh para koruptor yang telah merusak perjalanan hidup diri sendiri dan masyarakat.

"Hidup cuma satu kali saja kok korupsi. Itu bodoh," kata Bibit dalam bahasa Jawa ketika menjadi pembicara utama dalam seminar yang diadakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) di Semarang, Selasa.

Bibit dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa dirinya adalah gubernur yang dipilih rakyat, bukan gubernur partai sehingga apa pun yang dilakukan selalu demi kepentingan masyarakat Jawa Tengah.

Menurut dia, paling tidak ada empat "er" yang wajib dimiliki calon pemimpin Jateng, yakni "pinter"(pintar), "bener" (benar), "pener" (tepat), dan "kober" (menyempatkan diri).

Syarat dasar tersebut, kata mantan Pangkostrad itu, untuk menjawab besarnya tantangan Jawa Tengah yang saat ini dihuni sekitar 38,5 juta jiwa.

Kalau calon (gubernur) tidak menguasai geografi, demografi, dan kondisi sosial Jawa Tengah, katanya, visi apa yang mau digagas untuk membangun Jateng.

Menurut dia, sebenarnya Indonesia, termasuk Jawa Tengah, cukup fokus di dua sektor utama, yakni agraris dan maritim karena di kedua sektor inilah bangsa ini memiliki sumber daya dan keunggulan.

"Kalau mau membangun industri pesawat atau mobil, kita sudah tertinggal jauh. Bangunlah industri untuk memodernisasi alat dan mesin pertanian," kata Bibit yang pada Pilgub Jateng 2008 diusung oleh PDI Perjuangan.


Redaktur : Hazliansyah
Sumber : Antara
Baca SelengkapnyaBibit: Hidup Cuma Sekali Saja kok Korupsi

"Uang Bukan Faktor Penentu Hasil Pilgub"


SUARA MERDEKA
Kamis, 09 Nopember 2006

SEMARANG - Wakil Gubernur (Wagub) Jateng, Drs H Ali Mufiz MPA menyatakan uang bukan faktor penentu dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Jateng 2008. Namun, yang lebih penting adalah figur calon yang diusung.

Meski demikian, Wagub memperkirakan di Jateng belum bisa terjadi demokrasi yang murah dalam pilkada nanti. Salah satu faktor yang membuat pelaksanaan pilgub membutuhkan dana besar adalah jumlah pemilih.

"Memang, uang bukan faktor penentu dalam Pilgub 2008. Namun, dalam pemilihan yang diperkirakan akan diikuti 24 juta pemilih dan membutuhkan 43.000 tempat pemungutan suara (TPS) itu, sudah barang tentu penyelenggaraannya membutuhkan biaya yang besar," ungkap Ali Mufiz saat menerima Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng, di ruang kerjanya, Rabu (8/11).

Rombongan dipimpin Ketua KDW, Mohammad Saronji. KDW beraudiensi dengan Wagub berkait dengan rencana kegiatan diskusi menjelang pilgub. Diskusi yang digelar bekerja sama dengan DPRD Jateng itu, direncanakan mengangkat tema "Menyerap Aspirasi Publik Menuju Pilgub Jateng Berkualitas dan Demokratis". Kegiatan itu diselenggarakan Sabtu, 18 November mendatang, di Bandungan, Kabupaten Semarang.

Belum terwujudnya pilkada yang murah, lanjut Ali Mufiz, menyebabkan setiap calon gubernur harus menyediakan biaya yang besar. Digambarkannya, bila calon harus menyiapkan gambar diri dengan harga Rp 100 per lembar, maka biaya yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp 2,4 miliar.

"Padahal foto yang pantas itu harganya Rp 1.000 per lembar. Kalau harganya seribu rupiah, biaya pembuatan gambar diri bisa mencapai Rp 24 miliar," jelasnya.

Selain itu, para calon masih harus menanggung saksi untuk 43.000 TPS yang tersebar di seluruh Jateng.

"Pertanyaan saya, apa ada saksi yang mau diberi uang Rp 1.000? Jadi sekali lagi, harus ada biaya standar yang harus disediakan calon. Itu adalah sesuatu yang mutlak harus dikeluarkan dan tidak berkaitan dengan money politics," ujar Ali Mufiz.

Pilgub Kapitalis

Gubernur Jateng, H Mardiyanto belum lama ini juga mengingatkan fenomena pilgub kapitalis, yakni apabila calon pasangan untuk bisa maju dalam bursa pencalonan dan berupaya memenangi proses pemilihan pada saat pencoblosan dengan cara politik uang, bisa dipastikan akan mengembalikan modal dengan cara apa pun pada saat menjabat.

Kalau pilgub kapitalis dibiarkan, yang menjadi pemenang adalah orang-orang yang punya dukungan dana besar, sementara itu calon yang memiliki kemampuan namun dana terbatas tidak akan terpilih. Fenomena itu akan merugikan masyarakat.

"Kalau yang terpilih adalah calon yang memiliki dukungan dana berlebih namun kualitas minim, akan menurunkan kredibilitas parpol yang mencalonkan," imbuh dia dalam sebuah sarasehan yang digelar Mapilu-PWI Jateng.(H7,G17-41a)
Baca Selengkapnya"Uang Bukan Faktor Penentu Hasil Pilgub"

Massa PKS Inginkan Ali Mufiz Maju Pilgub


Jumat, 19 Oktober 2007 19:36 WIB

Semarang (ANTARA News) - Jajak pendapat atau "polling" internal yang diselenggarakan Tim Optimalisasi Musyarokah (TOM) DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Tengah pada 2-9 Oktober 2007 menghasilkan temuan bahwa kader partai itu berharap Gubernur Jateng Ali Mufiz maju dalam Pilgub Jateng 2008.

Ketua DPW PKS Jateng, Arif Awaludin di Semarang, Jumat, mengatakan, hasil jajak pendapat itu juga memperlihatkan bahwa para kader menginginkan PKS akan mendukung Ali Mufiz.

Jajak pendapat internal merupakan salah satu mekanisme yang harus dilalui untuk memutuskan calon gubernur Jateng 2008 dari PKS. "Kader merupakan aset terbesar partai sehingga dari semua hasil penjajagan yang telah dilakukan, harus kami laporkan kembali pada kader. Untuk selanjutnya menjadi bahan pertimbangan DPP dalam memutuskan," katanya dalam keterangan tertulis.

Dalam "polling" internal yang diikuti oleh 2.356 kader di 35 DPD PKS se-Jateng itu, diperoleh angka sebanyak 48 persen atau 1.037 kader menginginkan kursi gubernur sebagai target utama, sementara 52 persen atau 1.131 kader berharap kursi wakil gubernur menjadi target PKS.

Sebanyak 29 persen atau 650 kader menjagokan Ali Mufiz sebagai calon gubernur. Sukawi Sutarip didukung 579 kader (27 persen), M Tamzil mendapat dukungan 430 kader (20 persen), Bambang Sadono delapan persen (169 kader), Chaerul Rasjid mendapat dukungan 118 suara (5 persen), Prof. Eko Budihardjo mendapat empat persen, sedangkan 154 kader (7 persen) berharap ada calon internal partai yang maju.

Untuk kursi bacawagub, Ketua PGRI Jateng Sudharto mendapat dukungan 940 kader (54 persen), Moh. Adnan didukung oleh 391 kader (23 persen) dan sejumlah 402 kader (23 persen) berharap ada figur internal yang maju dalam bursa Pilgub Jateng 2008.

"Hasil `polling` ini akan dibahas dan dimatangkan dalam rapat 20 Oktober 2007, selanjutnya akan dipresentasikan dalam rapat harian DPP pada 22 Oktober mendatang. PKS berharap Pilgub 2008 dijadikan ajang pendidikan politik bagi masyarakat sehingga perlu dilakukan sosialisasi lebih awal," katanya.

Ketika menerima pengurus Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Pemprov Jateng, Jumat, Gubernur Ali Mufiz mengakui pasca-Lebaran 2007, sejumlah pengurus parpol, di antaranya dari DPW PKB Jateng dan DPP PPP menemui dirinya dan mempertanyakan sikap yang akan diambil terkait pilgub.

Saat itu Ali Mufiz menyatakan belum siap memberi jawaban. Jawaban ini sama dengan tanggapannya ketika ditanyakan masalah sama ketika Mufiz masih menjadi Wagub Jateng.(*)
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2013
Baca SelengkapnyaMassa PKS Inginkan Ali Mufiz Maju Pilgub

Maju Cagub Jateng Harus Siapkan Dana Rp 100 Miliar

SEMARANG-Dana yang harus disiapkan seorang calon gubernur (cagub) untuk maju pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jateng 2013-2018 sekitar Rp100 miliar.

Hal ini diungkapkan mantan Gubernur Jateng, Ali Mufiz, ketika menerima halalbihal Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jateng di rumahnya Jl Ketileng Raya, Kota Semarang, Sabtu (25/6/2012).

Dana Rp100 miliar tersebut, lanjut ia, antara lain untuk biaya memperoleh kendaraan partai, sosialisi, kampanye, dan saksi di tempat pemungutan suara (TPS).

Untuk biaya saksi di TPS saja yang jumlahnya mencapai 60.000 buah, bila masing-masing TPS ada dua saksi dengan bayaran Rp100.000 sudah membutuhkan dana Rp6 miliar.

”Kebutuhan biaya kampanye calon gubernur (cagub) dalam pilgub Jateng sangat besar sekitar Rp100 miliar,” katanya.

Kalau biaya kampanye calon bupati (cabup) atau calon walikota pada pemilihan kepala daerah (pilkada), menurut Ali, sekitar Rp20 miliar.
Lebih lanjut, ia menyatakan dana untuk mendapatkan kendaraan partai politik bukan merupakan money politics, tapi karena memang merupakan biaya yang harus dikeluarkan seorang cagub.

”Jadi istilahnya tak ada makan siang yang gratis dalam politik,” tandas Ali.

Dengan biaya yang cukup besar ini, sambung Ali Mufiz yang juga mantan Wakil Gubernur Jateng pada era gubernur Mardiyanto ini, dirinya belum berpikir untuk mendaftar sebagai cagub.

Sebab kalau dihitung secara logika antara biaya yang dikeluarkan dengan gaji seorang gubernur tak akan bisa kembali modal.
”Gaji gubernur sekitar Rp8 juta per bulan kalau dikalikan masa kerja selama lima tahun jelas tak akan kembali,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Ali Mufiz juga menyoroti kurang gregetnya pilgub Jateng, karena belum ada satupun cagub secara terbuka kepada publik menyatakan maju. Padahal pelaksanaan pilgub Jateng tinggal sembilan bulan, karena dijadwalkan pada 26 Mei 2013.

”Pilgub Jateng masih adem ayem, kurang greget. Padahal tinggal beberapa bulan lagi,” katanya.

Sementara Ketua Bidang Pemenangan Pemilu dan Pilkada DPW PKS Jateng, Hadi Santoso, menyatakan biaya seorang cagub dalam pilgub Jateng memang tinggi.
Tingginya biaya ini, menurut dia, lebih kepada untuk kebutuhan operasional cagub bersangkutan, misalnya melakukan sosialisasi, kampanye, dan biaya saksi di TPS.

”Biaya saksi di TPS memang bisa mencapai miliaran rupiah. Ini sebenarnya bisa ditekan bila seorang cagub percaya dengan petugas penyelenggara, sehingga tak perlu menempatkan saksi di TPS,” jelas dia kepada Solopos.com di Semarang.

Mengenai biaya kendaraan partai, Hadi, menyatakan jangan dipersepsikan negatif sebagai membeli partai, namun lebih pada untuk mendukung biaya operasional kerja mesin partai.

”Kalau di PKS lebih pada berbasis kinerja untuk memenangkan calon bersangkutan,” pungas dia.
Baca SelengkapnyaMaju Cagub Jateng Harus Siapkan Dana Rp 100 Miliar

Jumat, 12 Juli 2013

Soal Kedungombo, Gubernur Diminta Konsisten


SUARA MERDEKA
Senin, 23 Februari 2004 Berita Utama


Warga Ngluruk ke Rumah Presidium Kompak


SEMARANG - Gubernur Jateng H Mardiyanto diminta merealisasikan komitmen dan janjinya dalam penyelesaian masalah Kedungombo. Sebab, sejak berdiri Komite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo (Kompak), yang menjadi fasilitator pemberdayaan Warga Kedungombo, ternyata Pemprov belum terlibat dalam kesuksesan kegiatan komite.

''Padahal, keberadaan Kompak berawal dari keinginan Pemprov agar ada kelompok masyarakat yang menjadi fasilitator penyelesaian atau pemberdayaan masyarakat Kedungombo,'' ujar Koordinator Komisi Sosial Ekonomi Kompak, Paris Rajanto, warga Sragen, dalam keterangan persnya kemarin.

Dia menyatakan, kalau memang tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelesaikan masalah secara dialogis, lebih baik Kompak dibubarkan saja. Adapun masyarakat Kedungombo akan memperjuangkan nasib dengan caranya masing-masing. "Mengenai bagaimana langkah yang akan kami tempuh, itu rahasia," kata Paris yang juga Koordinator Front Perjuangan Rakyat Kedungombo (FPRK).

Menurut dia, desakan itu sebagai kesepakatan perwakilan warga Kedungombo yang nglurug ke rumah Ketua Presidium Kompak, Dr Nasikun, di Yogyakarta, Minggu (22/2). Dalam pertemuan itu hadir Kabid Pengembangan Teknologi Lingkungan Pemprov Jateng Budianto yang mewakili pemerintah dan sembilan orang dari Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jateng.

Paris menyatakan, dalam pembahasan awal berdirinya Kompak, Gubernur Mardiyanto beberapa kali hadir dan menunjukkan siap membantu berbagai kegiatan untuk memberdayakan warga Kedungombo. ''Namun realitasnya, ketika Kompak sudah didirikan, belum sedikit pun Gubernur mengalirkan bantuan pendukung kegiatan. Adapun warga mempertanyakan kerja kepada kami.''

Anggota presidium Kompak lainnya, Mulyadi, mengungkapkan niat pendirian Kompak sejak awal adalah membantu Pemprov untuk memberdayakan masyarakat Kedungombo. "Kalau ternyata keberadaan Kompak ini sudah tidak diperlukan, ya lebih baik dibubarkan saja. Kendati demikian, warga Kedungombo tetap konsisten memperjuangkan nasibnya."

Mereka mengusulkan, kalau Kompak masih dianggap bermanfaat, perlu diadakan audiensi dengan Gubernur. Namun kalau audiensi tidak bisa, atau audiensi bisa tetapi tak menghasilkan kesepakatan positif, tidak ada pilihan lain kecuali Kompak dibubarkan.

Menanggapi hal itu, Dr Nasikun mengatakan semua pihak terkait agar menunggu hasil audiensi dengan Gubernur. "Dalam waktu dekat ini kami akan mengajukan permohonan audiensi dengan Pak Gubernur," katanya.

Dalam forum itu, Isdiyanto dari Dewan Etik KDW menyampaikan bahwa Gubernur Mardiyanto masih tetap komitmen dan apresiatif terhadap pemberdayaan masyarakat Kedungombo. "Dalam pertemuan dengan pimpinan media massa se-Jateng dan DIY beberapa waktu lalu, kami mengutarakan tentang masalah ini. Pak Gubernur pun menyatakan tetap konsisten dan apresiatif terhadap pemberdayaan masyarakat Kedungombo, termasuk yang dilakukan oleh Kompak."

Bingung Menafsirkan

Paris mengaku bingung menafsirkan janji Gubernur ketika bertemu dengan mereka dalam berbagai kesempatan. Karena itu muncul pertanyaan, saat mengutarakan komitmennya apakah Gubernur sebagai pejabat Pemprov atau sebagai personal, Mardiyanto. ''Kalau melihat pada pertemuan itu disertai staf berarti dalam kapasitas sebagai gubernur,'' tandasnya.

Dia memaparkan, dalam suatu pertemuan informal Mardiyanto menyarankan agar Kompak mengajukan proposal kegiatan. Saran itu sudah ditindaklanjuti dengan mengirimkan proposal kegiatan terperinci. Hanya, hampir satu setengah tahun dikirim hingga sekarang belum ada kepastian dan jawaban dari Gubernur.

Dalam proposal yang mereka ajukan, tambah dia, kabarnya ada beberapa item yang yang tidak disetujui dan dinilai kurang relevan oleh Gubernur. Semestinya hal itu dijelaskan sehingga ada koreksi, bukan dibiarkan begitu saja tanpa pemberitahuan.

Sementara itu Budianto menyatakan pemerintah dihadapkan pada posisi dilematis. Jika mengucurkan bantuan yang diinginkan Kompak, hal itu bisa menimbulkan kecemburuan. Karena itu bukan berarti Pemprov Jateng tidak komit untuk membantu masyarakat Kedungombo. Dia menuturkan, bantuan pemerintah selalu memperhitungkan aspek prioritas. Artinya mana yang harus dilaksanakan lebih dulu, mana yang bisa ditunda. Apalagi banyak warga yang mengeluh lewat telepon, juga langsung ditindaklanjuti.(H1-78i)
Baca SelengkapnyaSoal Kedungombo, Gubernur Diminta Konsisten

KDW Sudah Jadi Pencari Solusi


SUARA MERDEKA
Sabtu, 24 April 2004


SEMARANG- Gubernur Jawa Tengah H Mardiyanto menyatakan mengapresiasi komitmen dan visi Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jawa Tengah. Dia berpandangan KDW yang berisi para wartawan di lapangan dan yang sudah duduk di jajaran redaksi berbagai media massa itu memosisikan diri sebagai bagian dari pencari solusi beberapa masalah yang dihadapi masyarakat Jawa Tengah.

''Saya memberikan apresiasi tinggi kepada KDW karena bisa menjadi the part of solution beberapa masalah yang dihadapi masyarakat Jateng. Diskusi-diskusi ilmiah dengan mendatangkan berbagai narasumber yang berkompeten ternyata bisa memberikan sumbangan solusi ke Pemerintah Provinsi Jateng. Jadi ada beberapa masalah yang bisa diselesaikan secara proporsional,'' kata Gubernur, saat menerima pengurus dan anggota KDW.

Dia mencontohkan sejumlah diskusi dan langkah strategis KDW dalam membantu menyelesaikan persoalan Jawa Tengah secara proporsional dan independen. Misalnya, upaya membantu penyelesaian masalah Kedungombo dengan peran aktif mereka menjadi mediasi antara warga dan pemerintah.

''Pendekatan secara proforsional inilah yang kami hargai. Saya berharap langkah strategis ini dapat dilanjutkan di bidang-bidang lain,'' ujar Gubernur, yang kemarin didampingi Kepala BIKK Drs Anwar Cholil.

Selain memperkenalkan susunan pengurus baru periode 2004-2005, Ketua KDW M Saronji SAg yang juga redaktur nasional Suara Merdeka menyampaikan rencana kegiatan yang akan digelar dalam waktu dekat. Yakni, diskusi panel "Mempertegas Peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Mengemban Aspirasi Daerah". Narasumber delapan calon anggota DPD yang mendapat dukungan terbanyak, antara lain Dra Hj Nafisah Sahal, Ir H Budi Santoso, Drs Sudharto MA, dan Drs HM Dahlan Rais MHum.

Gubernur H Mardiyanto menyatakan bersedia menjadi keynote speaker pada kegiatan yang akan di adakan di Hotel Grand Candi, Rabu (28/4), itu. Dia menyatakan anggota DPD perlu menyerap aspirasi daerah Jateng untuk mereka perjuangkan di tingkat pusat. (H1-84g)
Baca SelengkapnyaKDW Sudah Jadi Pencari Solusi

WADUK KEDUNGOMBO


Juli 9, 2008

Bendungan Waduk Kedungombo sebenarnya berlokasi di Sungai Serang, tepatnya di Dusun Kedungombo, Desa Ngrambat, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Untuk membangun proyek secara keseluruhan, yang meliputi waduk, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan jaringan irigasi, pemerintah (dalam hal ini Direktorat Jendral Pengairan) harus membebaskan 9.623 hektare(ha) tanah, dengan status kepemilikan dari Kas Desa/Bengkok 7394 ha, PT. Perhutani 382 ha dan Tanah Warga seluas 1847 ha. Sedangkan jumlah kepala keluarga (KK) yang tanah/bangunannya terkena pembebasan mencapai 5.283 KK, terdiri atas 23.380 jiwa yang mukim di 37 desa, tujuh kecamatan, dan tiga kabupaten (Boyolali, Sragen, Grobogan).
Secara garis besar, pelaksanaan pembangunan waduk ini dimulai dengan melakukan studi kelayakan pada tahun 1976, pembebasan tanah mulai tahun 1982, dan pembangunan fisik mulai tahun 1985. Kemudian peresmian penggunaannya dilakukan Presiden Soeharto pada 18 Mei 1991. Meski sudah diresmikan, sebenarnya masih ada beberapa bagian yang belum terselesaikan. Jadi pembangunan fisik secara keseluruhan (bendungan/waduk, jaringan irigasi dan PLTA) baru terselesaikan pada tahun 1993.
Total biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan mega proyek tersebut tercatat sekitar Rp. 495,52 miliar. Untuk pelaksanaan pembangunannya, biaya berasal dari dana pinjaman Bank Dunia Nomor 2543-IND sebesar 156 juta dolar AS, serta Bank Exim Jepang sebesar 25,2 juta dolar AS. Dengan demikian dana pinjaman dari dua lembaga itu berjumlah 181,2 juta dolar AS, atau kira-kira Rp. 453 miliar (kurs rupiah terhadap dolar AS saat itu Rp. 2.500,-/dolar AS). Khusus proses pembebasan tanah maupun pemindahan penduduk, biaya dibebankan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara bertahap dalam beberapa tahun anggaran.

Sumber : Menyelami Kedungombo
Penerbit : Kelompok Diskusi Wartawan Propinsi Jawa Tengah

http://portaljateng.wordpress.com/2008/07/09/waduk-kedungombo
Baca SelengkapnyaWADUK KEDUNGOMBO

Dari Diskusi Kedungombo Pembentukan Komite Pemberdayaan Masyarakat Terhambat


Semarang, Kompas - Perjuangan warga Kedungombo, Jawa Tengah (Jateng) untuk menyelesaikan kasus Kedungombo ternyata tidak berjalan mulus. Keinginan warga mewujudkan forum independen Komite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo, guna penyelesaian kasus Kedungombo, mengalami hambatan. Ada kelompok tertentu dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang menginginkan masalah Kedungombo tidak selesai.Hingga saat ini, pembentukan Komite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo belum terwujud, karena masih ada keraguan kelompok masyarakat untuk menempuh jalan penyelesaian melalui forum independen tersebut.
Hal ini jelas terlihat dari Diskusi Kedungombo Babak Kedua yang diselenggarakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jateng, Rabu (24/10) di Gedung Serba Guna DPRD Jateng. Diskusi dihadiri wakil warga Kedungombo dari tiga kabupaten (Boyolali, Sragen dan Grobogan), yakni Paguyuban Warga Kedungombo (PWK), Warga Korban Kedungombo/Forum Perjuangan Rakyat Kedungombo (FPRK), Serikat Warga Korban Kedungombo (SWKKO).

Selain itu hadir juga, LSM pendamping warga Kedungombo seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, LSM Sari Solo, LBH Yogyakarta, dan LP3M-SMRB Boyolali. Dari DPRD Jateng hadir antara lain Drs Noor Achmad MA (Komisi A) dan Bona Ventura SH (Komisi D), dan dari perguruan tinggi, Dr Nasikun (Sosiolog UGM), Drs Aris Mundayat (Antropolog UGM), dan Tri Kadarsilo (UKSW) serta Kepala Bappedal Jateng, Mohammad Saleh.

Pada diskusi ini masing-masing kelompok warga Kedungombo, LSM pendamping, Dr Nasikun menyampaikan konsep pemikiran penyelesaian masalah Kedungombo. Sayangnya, pada akhir pertemuan tidak ada titik temu yang jelas mengenai formulasi penyelesaian kasus Kedungombo.

Pada satu sisi WKKO/FPRK mendukung dibentuknya tim kecil atau "panitia sementara" untuk merumuskan Komite Pemberdayaan Warga Kedungombo. Sedangkan PWK, belum sepakat dan minta pembentukkan tim kecil ditunda sampai ada musyawarah warga yang tergabung dalam PWK. Diskusi diakhiri dengan kesepakatan melanjutkan diskusi tanggal 1 November 2001. Diharapkan sesudah diskusi berikutnya bisa dibentuk tim kecil untuk merumuskan konsep pembentukan Komite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo.

Sebelumnya, Hartono dari LP3M-SMRB Boyolali mempertanyakan apakah komite yang akan dibentuk bisa diterima masyarakat bawah atau tidak. Ia juga mempertanyakan, apakah pemerintah memiliki hati nurani dalam menyelesaikan kasus ini, Tetapi, latar belakang pernyataan itu tidak disampaikan dengan jelas. Bahkan, ada Anggota LP3M yang lain, yang menyatakan forum diskusi belum merupakan representasi dari warga Kedungombo.

Paradigma baru

Dr Nasikun, menyatakan pembentukan dan penyusunan agenda kegiatan Komite Pemberdayaan Masyarakat Kedungombo, dilakukan di atas landasan, aplikasi "paradigma baru pembangunan" yang memberikan tempat yang sangat penting pada partisipasi dan kemitraan yang seimbang antara semua pihak.

Diakuinya, perjuangan yang dilakukan warga Kedungombo berbeda-beda, karena masalah dan tuntutannya berbeda. Berangkat dari perbedaan itulah, perlu dibentuk komite pemberdayaan untuk merumuskan penyelesaian kasus Kedungombo.

"Kita jangan berpegang pada prinsip 'pokoknya' tetapi bagaimana mencari penyelesaian, tanpa memaksakan dan merugikan kepentingan yang lain. Penyelesaian ini tergantung kita semua, bagaimana mengatur sehingga menjadi konfigurasi bersama," ujar Nasikun yang menawarkan metode penyelesaian dengan pendekatan kesejahteraan dan keadilan.

Sedangkan Tri Kadarsilo mengusulkan komite harus melibatkan masyarakat yang selama ini menikmati air Waduk Kedungombo. "Teman-teman yang dari bawah mestinya tahu, mereka menikmati irigasi dengan mengorbankan warga Kedungombo. Ini yang perlu dipikirkan mereka," ujarnya.

Paris Rajanto, Koordinator WKKO/FPRK menawarkan tiga pokok pikiran yakni mekanisme peran dan fungsi komite, prinsip penyelesaian dan mekanisme kontrol. Komite ini harus terbuka dan menyerap aspirasi sebanyak-banyaknya dalam rangka penyelesaian kasus Kedungombo, dan semua anggota komite punya hak yang sama.

"Supaya komite mempunyai kekuatan hukum, perlu adanya Surat Keputusan Gubernur. Komite ini harus dipimpin oleh presidium yang anggotanya mewakili semua unsur," ujar Paris yang sempat mengkritik keberadaan sebuah LSM yang dinilainya tidak jelas posisinya. (son)

http://kompas.com/kompas-cetak/0110/25/JATENG/pemb26.htm
Kamis, 25 Oktober 2001
Baca SelengkapnyaDari Diskusi Kedungombo Pembentukan Komite Pemberdayaan Masyarakat Terhambat

Model Sertifikasi Memble, Perlu Diubah


Model Sertifikasi Memble, Perlu Diubah
Jumat, 24 Desember 2010 | 16:31 WIB

SEMARANG - Sertifikasi guru yang menuai banyak kritik seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Jika pemerintah dan masyarakat belum puas dengan kinerja guru pasca-sertifikasi selama ini, jangan hanya menyalahkan guru, tetapi pengawasan yang ketat dan berkelanjutan terhadap proses sertifikasi haruslah dilakukan dengan melibatkan pemerintah dan pemangku kebijakan di daerah.
"
Desain sertifikasi harus berubah. Model memberikan sertifikasi pada guru itu yang penting.
-- Sudharto
"
Demikian pokok persoalan yang mengemuka dalam Diskusi ”Menakar Profesionalitas Guru Pasca-sertifikasi” yang diselenggarakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Provinsi Jawa Tengah dan Universitas Negeri Semarang (Unnes), Rabu (22/12/2010) di Kampus Unnes, Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah.
Diskusi yang dibuka Rektor Unnes Sudijono Sastro Atmodjo itu dihadiri sejumlah guru SD, SMP, SMA, serta para dosen, Dinas Pendidikan Jateng, lembaga swadaya masyarakat, penyelenggara sertifikasi guru, dan tokoh pendidikan.
”Desain sertifikasi harus berubah. Model memberikan sertifikasi pada guru itu yang penting,” ujar Sudharto, Ketua Badan Penasihat PGRI Jateng.
Samsudi, Ketua Tim Pengembangan dan Pembinaan Keprofesian Guru Berkelanjutan (PPKGB) Unnes, mengemukakan, dari segi kebijakan, sertifikasi guru tidak ada masalah. Namun, secara proses perlu ada pembaruan-pembaruan, terutama pengembangan dan pembinaan pasca-sertifikasi.
Rektor IKIP PGRI Semarang Muhdi menyatakan sependapat, ke depan model pengembangan keprofesian guru harus dibuat bagus agar mutu pendidikan ditingkatkan. Dalam diskusi tersebut, guru SMPN 2 Semarang, Roberta Sri Wahyuningrum, menegaskan motivasinya mengikuti sertifikasi murni untuk peningkatan kompetensi, bukan untuk motivasi finansial.
Rektor Unnes mengakui bahwa sejauh ini banyak guru dan dosen yang sudah mengikuti sertifikasi, tetapi masyarakat belum menerima dampak dari sertifikasi tersebut. (SON)***

Sumber : Kompas,com, Jumat, 24 Desember 2010/Editor: Latief Dibaca : 292
Diposkan oleh Satim di 18.33
http://satimterus.blogspot.com/
Baca SelengkapnyaModel Sertifikasi Memble, Perlu Diubah

Cawagub Tentukan Kemenangan PILGUB Jawa Tengah




SEMARANG – Sosok calon wakil gubernur (cawagub) yang digandeng dinilaiakan menjadi faktor penentu kemenangan dalam Pemilihan Gubernur Jawa Tengah (Pilgub Jateng) 2013.

Hingga saat ini belum ada calon gubernur (cagub) yang memiliki elektabilitas cukup tinggi. Direktur Lembaga Pengkajian Survei Indonesia (LPSI) Jateng Muchamad Yuliyanto mengatakan, pihaknya baru saja melakukan survei tingkat elektabilitas cagub-cawagub yang dimungkinkan bertarung pada Pilgub Jateng 2013. Survei dilakukan terhadap 3.000 responden di 35 kabupaten/kota.

Sampel yang digunakan adalah masyarakat dengan latar belakang profesi berbeda. Berdasar survei tersebut, kendati popularitas Bibit Waluyo cukup tinggi mencapai 65%. Namun kondisi itu ternyata tidak diimbangi dengan elektabilitas yang baik. Tingkat keterpilihannya kurang dari 35%.Padahal,jika popularitas mencapai 65% elektabilitasnya bias mencapai 35–40%. Di sisi lain, elektabilitas Rustriningsih juga masih sangat rendah, belum mencapai 20%.

Yang perlu diwaspadai, tingkat keterpilihan Rustriningsih terus meningkat.Pada awal 2012,elektabilitas mantan Bupati Kebumen itu hanya 5%. Dari survei tersebut, maka sosok cawagub menjadi faktor penentu kemenangan.“Mampukah parpol Jateng memanfaatkan peluang ini,”kata Yuliyanto dalam seminar “Menakar Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam Pilgub 2013” di Santika Premiere Hotel Semarang, kemarin.

Seminar ini diselenggarakan oleh Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jawa Tengah. Sekretaris Daerah Jateng Hadi Prabowo juga disebut memiliki kualifikasi sebagai cagub dan cawagub Jateng 2013. Namun,menurut Yuliyanto,paling rasional masuk sebagai cawagub dahulu karena elektabilitasnya belum mencapai 1%. Sejumlah pimpinan partai politik hadir dalam acara itu, antara lain Ketua DPW PKS Jateng Abdul Fikri Faqih,Ketua DPW PKB Jateng KH Yusuf Chudlori,Ketua DPW PPP Jateng Arif Mudatsir Mandan, maupun Ketua DPD Partai Hanura Jateng Djoko Besariman.

Beberapa tokoh yang mendaftar di PDI Perjuangan juga mengikuti acara itu. Mereka yang datang,antara lain Rustriningsih yang juga wakil gubernur Jateng, Sapta Mahendra, Kapendi, Surjokotjo, serta Riyanta. Tak ketinggalan mantan Gubernur Jateng Ali Mufiz, turut memberikan masukan mengenai calon pemimpin provinsi ini di masa mendatang. Kehadiran Rustri dalam acara itu sempat membuat acara sedikit kaku.

Hal ini tak lepas dari jarangnya Rustri mengikuti acara, utamanya berkaitan dengan politik bersama Bibit Waluyo. Rustri datang setelah Gubernur Bibit Waluyo selesai menyampaikan pidato kunci. Awalnya Rustri diminta duduk satu meja dengan Bibit.Namun beberapa saat kemudian, Rustri pindah meja. Dalam kesempatan itu, Wakil Gubernur Jateng Rustriningsih memohon doa restu kepada masyarakat Jateng untuk mencalonkan diri sebagai calon gubernur.

“Insya Allah saya akan maju pilgub,”kata Rustri. Sementara itu, Gubernur Jateng Bibit Waluyo dalam sambutannya menyatakan persoalan yang harus diselesaikan di Jateng adalah kemiskinan, lapangan kerja, dan lainnya. Pemimpin Jateng harus pinter, kober, bener dan pener. Kalau tidak,maka akan sulit memimpin Jateng.“Sosok gubernur ke depan harus lebih baik dari Bibit Waluyo,”ujarnya.  (sindo)

http://suryokocolink.wordpress.com/2012/10/04/cawagub-tentukan-kemenangan-pilgub-jawa-tengah/
Baca SelengkapnyaCawagub Tentukan Kemenangan PILGUB Jawa Tengah

Peserta Diskusi Kecewa, Tim Kampanye Capres Mandul


Selasa, 2 Juni 2009 12:41 WIB
SEMARANG, SELASA - Para peserta diskusi bertajuk "Pemilihan Presiden yang Damai", Selasa (2/6) menyatakan, kecewa karena nara sumber yang terdiri para tim kampanye tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tidak mampu menyampaikan materi strategi maupun program masing-masing capres di daerah Jawa Tengah.

"Kami sangat berharap hadir di diskusi ini, tim kampanye bisa menyakinkan peserta bahwa capres yang diusung itu benar-benar memiliki program untuk kesejahteraan rakyat. Namun kenyataan, mereka hanya bicara soal perlunya kampanye menjaga iklim kondusif," kata Dicki Rahmadi, peserta diskusi yang diselenggarakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jawa Tengah di Hotel Novotel, Semarang.

Sedianya diskusi itu dihadiri para ketua tim kampanye daerah seperti Bambang Sadono, Ketua DPD Partai Golkar Jateng yang juga tim sukses pasangan JK-Win, kemudian Murdoko, Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang ketua tim pasangan Meg a-Pro serta Ali Mufiz dari ketua umum tim kampanye daerah untuk pasangan SBY-Budiono.

Namun setelah diskusi berlangsung, ketiga ketua umum tim kampanye daerah itu tidak hadir, melainkan hanya diwakili oleh para anggota tim kampanye masing-masing pasangan capres di wilayah Jateng.

Peserta menilai, dalam diskusi KDW itu sepertinya para nara sumber tidak siap karena program-program pasangan capres dan cawapres memang tidak mudah diimplementasikan maupun disosialisasikan ke masyarakat bawah.

Tak heran, para nara sumber itu hanya dapat melakukan imbauan spaya pilpres sukses, tidak lebih dari itu. (*)

http://palembang.tribunnews.com/02/06/2009/peserta-diskusi-kecewa-tim-kampanye-capres-mandul
Baca Selengkapnya Peserta Diskusi Kecewa, Tim Kampanye Capres Mandul

Mamet pegang senjata

Mamet pegang senjata

FGD

FGD