Minggu, 14 Juli 2013

Atasi Abrasi, Segera Dibangun Sabuk Pengaman

DARI SEMINAR GLOBAL WARMING DAN TANAM MANGROVE (2) ;

Atasi Abrasi, Segera Dibangun Sabuk Pengaman

HARI kedua kegiatan yang digelar Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Propinsi Jateng bekerja sama dengan MIL Undip dan PT Semen Gresik Tbk, di pusatkan di Sabuk Pantai Mangunharjo Semarang . Diawali peninjauan lokasi abrasi pantai yang dinilai sangat parah, untuk segera diambil solusi. Rombongan naik perahu tempel, terdiri Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dephut Dr Soenaryo, Kepala Dinas Kehutanan Jateng Ir Sri Puryono, Pakar Lingkungan Undip Prof Dr Sudharto P Hadi, Direktur Litbang PT Semen Gresik Ir Suharto dan Ketua Panitia Isdiyanto dari Harian Kedaulatan Rakyat. Setelah melihat parahnya abrasi, disepakati perlu segera dibangun sabuk pantai sepanjang 1,2 kilometer yang berfungsi untuk menembel sabuk yang selama ini bolong, dengan anggaran Rp 4 miliar yang merupakan kerja sama antara Dephut, Pemprop Jateng dan Pemkot Semarang. Target proyek ini, sebagai penahan ombak laut agar tidak menerjang tambak petani. Kita harus segera menyelesaikan sabuk pantai yang bolong itu, agar kerusakan tidak makin parah, kata Kadis Kehutanan Jateng Ir Sri Puryono. Usai tinjau abrasi, rombongan menanam 30.000 bibit mangrove dan 1.000 pohon nyamplung dan diakhiri dialog dengan masyarakat petani tambak Mangunharjo. Ketua Panitia Isdiyanto melaporkan, sampai awal 1990-an, warga Mangunharjo cukup makmur. Hasil panen tambak berupa udang windu dan bandeng melimpah. Setiap hektar tambak menghasilkan lima kuintal udang windu dan empat kuintal bandeng. Hasil sampingan lain, berupa udang api, mujair, blanak dan ikan rucahan. Banyak warga yang sempat naik haji. Pernah dalam satu musim haji, sekitar 60 warga berangkat ke Tanah Suci. Namun, kemakmuran itu, telah pergi. Tambak rusak akibat abrasi pantai dan produksinya tidak bisa diandalkan lagi. Lebih dari 31 hektar tambak dari total 228 hektar lebih di kawasan Mangunharjo hilang. Dari 196 hektar lebih tambak yang tersisa, 121 hektar kondisinya rusak berat. Lebar pantai yang rusak 100 meter lebih, yang semula berfungsi sebagai sabuk pengaman. Tambak yang masih ada kini langsung berbatasan dengan laut, tak ada lagi pantai atau hutan bakau yang menahan gelombang laut. Kerusakan tambak sejak 1987 dan makin parah sejak 1991, bersamaan terjadinya pembelokan muara Sungai Wakak tahun 1987 oleh PT Kayu Lapis Indonesia (KLI), untuk perluasan pabrik. Muara Sungai Wakak semula menghadap ke laut dibelokkan 90 derajat ke timur sejauh 1,6 km. Akibatnya, muara Sungai Wakak bersatu dengan muara Sungai Plumbon sehingga menimbulkan arus bawah pada musim Barat. Arus bawah mengikis lahan tambak milik warga di sebelah timur Sungai Plumbon. Kerusakan tambak semakin parah ketika tahun 1991 PT KLI mengeruk pasir dan menimbun pantai (reklamasi). Areal yang dulunya merupakan muara Sungai Wakak ditimbun pasir yang diambil dari pantai, dijadikan tempat penumpukan kayu. Pendirian bangunan PT KLI yang terlalu menjorok ke laut menyebabkan transpor sedimen terhalang serta membiaskan arah arus dan gelombang. Kondisi itu memperparah kerusakan pantai Mangunharjo dan menyebabkan air laut masuk ke daratan (interusi air laut). Bukan hanya tambak yang rusak, tetapi juga lahan sawah yang ada di daerah itu sehingga pemilik sawah terpaksa mengubah sawahnya menjadi tambak. (Isdiyanto)-g

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mamet pegang senjata

Mamet pegang senjata

FGD

FGD