Minggu, 14 Juli 2013

''Benarkah Wartawan Itu Biang Gosip?''


SUARA MERDEKA
Senin, 28 Mei 2007 SEMARANG


SUASANA pelatihan jurnalistik dasar yang diselenggarakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) Jateng berlangsung gayeng di Hotel Sarimarin Indah Bandungan, Sabtu-Minggu (26-27/5). Sebanyak 50 peserta dari Departemen Pers PC IPNU se-Jateng, juga antusias menyimak paparan sejumlah pemateri yang berasal dari wartawan dan redaksi beberapa media cetak. ''Benarkah wartawan itu biang gosip? Mengapa kalau mengundang wartawan harus memberi ehm..amplop?'' tanya seorang peserta berjilbab sembari tersenyum.

Pertanyaan tersebut dijawab oleh Khusnul Huda, ketua KDW. ''Wartawan itu bukan biang gosip. Namun, hanya sebagai penyampai gosip atau berita. Karena luasan audiens yang membaca berita itu, maka ada yang menyebut wartawan sebagai biang gosip,'' jelas Huda, wartawan Koran Sindo.

Tentang fenomena amplop, Ali Arifin Muhlish yang juga ketua panitia kegiatan mengatakan, tidak ada kewajiban masyarakat memberikan amplop kepada wartawan. ''Tugas wartawan adalah mencari, membuat, dan menulis berita. Berita akan dimuat atau tidak adalah kebijakan redaksi. Jadi, berita sama sekali tidak ada kaitannya dengan pemberian amplop berikut isinya. Apalagi, jika pemberian itu berkaitan dengan dimuat atau tidaknya sebuah berita. Itu jelas melanggar kode etik jurnalistik,'' jelas wartawan Suara Merdeka ini.

Peserta juga bertanya bagaimana menyikapi pernyataan off the record, sementara informasi itu mempunyai nilai berita yang tinggi. Mengenai pernyataan off the record, wartawan harus patuh dan tidak menyiarkan kepada publik. ''Pernyataan itu hanya untuk pengetahuan wartawan,'' tegas Ali.

Profesional

Pemimpin Redaksi Harian Sore Wawasan Sriyanto Saputro menekankan, wartawan harus profesional dan jeli mengkritisi persoalan yang sedang hangat dibicarakan publik. ''Apalagi, bagi yang bukan wartawan harian, harus melakukan liputan mendalam sehingga bisa disajikan laporan yang mendalam pula.''

Ia menjelaskan, bisnis media setelah reformasi sangat marak, terutama cetak. Banyaknya media cetak terkadang menimbulkan keluhan masyarakat. Masyarakat menyebut pers sudah ngawur, karena sering menghakimi dan tanpa konfirmasi.

''Ini tantangan bagi insan pers yang profesional. Maka, wartawan harus memahami kaidah-kaidah jurnalistik. Harus pula mengedepankan azas praduga tak bersalah dan konfirmasi,'' tegas Sriyanto. Selain media cetak, persaingan bisnis media elektronik juga semakin ketat. Untuk itu, koran harus bisa menyajikan sesuatu yang lebih berupa human interest, misalnya.

Pembicara lain, Isdiyanto (Kedaulatan Rakyat), Insetyonoto (Solopos), M Saronji (Suara Merdeka), Sonya HS (Kompas), dan Puguh TS (Solopos). Ketua PW IPNU Jateng M Talkhis mengatakan, akan menindaklanjuti pelatihan itu dengan membuat penerbitan berkala. (Rony Yuwono-37)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mamet pegang senjata

Mamet pegang senjata

FGD

FGD